Kamis, 26 Oktober 2017

KOMUNIKASI SUAMI ISTRI KUNCI KEBERHASILAN PENGASUHAN ANAK


Satu hal yang sangat mendasar dalam pengasuhan anak dan  membina rumah tangga  adalah komunikasi suami istri. Bagaimana tidak? Mau tak mau, orangtua adalah teladan bagi anak-anaknya. Bila suami istri bisa berkomunikasi dengan baik, nyaman, adem ayem, kompak, penuh kasih sayang, mesra dan harmonis, maka anak akan melihat seperti itulah contoh nyata rumah tangga  sakinah yang kelak akan mereka bentuk di masa depannya. Anak akan mencontoh, seperti itulah cara suami memperlakukan istri, dan cara istri memperlakukan suami. Anak-anak akan melihat betapa berumah tangga itu menetramkan hati,  dan membuat anak-anak merasakan hadirnya surga di rumah mereka sendiri. Dalam rumah tangga seperti itu, anak-anak akan tumbuh dengan fitrah baik yang tetap terjaga.

Ronny Gunarto & Okina Fitriani

Beda halnya kalau anak melihat pola komunikasi orangtuanya morat-marit, saling menyalahkan, saling menuntut, saling menyindir, saling bersaing, bicara dengan nada keras, kata-kata kasar, bahkan saling menyakiti baik lewat kata maupun secara fisik. Kondisi ini berpotensi merusak fitrah baik anak, bahkan menimbulkan trauma. Yang paling parah, bagaimana kalau anak mengira bahwa memang seharusnya demikianlah cara  suami memperlakukan  istri dan sebaliknya, lalu kemudian mempraktekkan hal yang sama dalam rumah tangga mereka. Duh....

Demikian pentingnya komunikasi suami istri sebagai dasar untuk pengasuhan anak,  maka aku ingin membagikan salah satu materi yang disampaikan Mas Ronny Gunarto dalam training Enlightening Parenting for Dads , di hotel POP! Kelapa Gading Jakarta, 21-22  Oktober 2017 lalu. 





 Mas Ronny menyampaikan bahwa kunci keberhasilan pengasuhan anak terletak pada komunikasi suami istri.  Ada beberapa point penting  yang harus diperhatikan dalam mewujudkan komunikasi suami istri yang memberdayakan, yaitu :

1.      Kesamaan Visi

Suami istri harus menyamakan frekuensi dulu,  tentang visi, misi dan objektif keluarga. Kedua pihak harus sepakat, akan dibawa kemana keluarga ini. Kenapa hal ini penting? Hal ini akan terlihat lebih jelas melalui sebuah metaphora.

Pernikahan  ibarat naik mobil.  Suami sebagai driver, istri duduk di sisinya, anak-anak duduk di jok belakang. 

”Saya mau ke Bandung. Dari Bandung mau ke Jakarta.” Ujar  sang suami.

Si istri berkata,” Oh nggak. Saya maunya ke Surabaya.”

Kira-kira apa yang  terjadi? Visi tidak sama. Maka walaupun mobil itu tetap jalan,  di sepanjang perjalanan akan terjadi banyak sekali pertengkaran. Dan ketika pertengkaran itu makin memanas, mungkin saja sang istri minta berhenti, lalu turun dan keluar dari mobil.

Bagaimana kalau sudah terlanjur menikah, lalu menemui perbedaan visi dan misi dengan istri? Maka suamilah yang punya kewajiban menyamakan visi dan misi itu, karena sebagai pemimpin suami akan dimintai pertanggung jawaban.

Ketika kelak Tuhan bertanya, “ Apa yang sudah kau ajarkan kepada anak dan istrimu? Bekal apa yang sudah diberikan pada anak dan istrimu?” 

Ada ayah yang akan menjawab,” Ya Tuhan, ini yang sudah aku lakukan pada anak-istriku. Ini yang sudah aku ajarkan pada anak dan istriku.”

Namun akan ada para ayah yang hanya diam,   tertunduk lesu dan menyesal. “ Andaikan aku berbuat lebih banyak saat di dunia...”

Lalu Anda mau pilih jadi ayah yang bagaimana?

Sebagai pemimpin keluarga, para ayah wajib memberikan visi dan misi yang jelas untuk membawa keluarga menjadi lebih baik.

Kesamaan visi misi ini patut dituangkan dalam dokumentasi. Mas Ronny  berbagi pengalaman, bagaimana dia dengan istrinya, Mbak Okina Fitriani, memiliki folder khusus berisi  visi dan misi, serta objektif bulanan atau tiga bulanan. 

Objektif ini berisi apa yang harus dicapai oleh masing-masing anggota keluarga. Apa yang bisa mereka lakukan, program apa saja yang bisa diterapkan untuk menjaga fitrah baik anak-anak. 
Di dalam folder itu juga ada minute of meeting, berisi point-point yang sudah dicapai, lalu didokumentasikan.

Ada juga  Memorandum of Understanding (MOU), yaitu semacam dokumen kesepakatan untuk bertanggung jawab. Misalnya ketika Mas Ronny dan Mbak Okina mengabulkan permintaan anak-anaknya untuk memelihara kucing. Dalam MOU tertulis apa saja tugas dan tanggung jawab yang harus dilakukan oleh masing-masing anggota keluarga dalam hal memelihara kucing. Penting untuk membuat kesepakatan di awal, karena ketika ada yang lupa atau lalai dengan tugasnya, akan mudah sekali mengingatkan untuk saling menjaga komitmen bersama.

Mari kita lihat bagaimana sebuah keluarga berbagi kisah  tentang manfaat memiliki visi dan misi  yang jelas. 

Suatu saat  di tahun 2008 ketika tinggal di Kuala Lumpur, seorang suami  mendapat tawaran untuk bekerja di Saudi Aramco, sebuah perusahaan minyak di  Saudi Arabia.  Sementara  istrinya mendapat tawaran pekerjaan sebagai manager di sebuah oil and gas company terbesar di Indonesia. Ada 3 pilihan yang kemudian  didiskusikan dengan istri dan anaknya.  Pilihan pertama, tetap tinggal dan bekerja di Kuala Lumpur. Pilihan ke dua, kembali ke Indonesia. Yang ketiga, pindah dan bekerja di Arab Saudi. 

Dalam memutuskan pilihan terbaik,  pasangan suami dan istri itu membuat SWOT (Strengths- Weaknesses-Opportunities- Threats) analysis terhadap 3 pilihan tersebut. Mereka juga menyertakan pendapat anak tertua mereka yang waktu itu masih berusia 7 tahun.  Setelah mempertimbangkan berbagai  hal, ternyata pilihan terbaik adalah tetap stay di Malaysia.  Tetapi kemudian Sang suami bilang pada istrinya, “ Ma, kapan lagi Papa bisa bekerja di perusahaan oil and gas terbesar di dunia?”

Akhirnya si istri mengalah. Berdasarkan visi misi keluarga, yang memegang tanggung jawab untuk menafkahi adalah suami  sehingga walaupun sang istri memiliki peluang untuk berkarier sebagai manager di perusahaan besar, dia rela melewatkan peluang itu, dan lebih memilih konsisten pada  kesepakatan dan keputusan bersama yang tertuang dalam visi misi keluarga.

Jadi fungsi visi dan misi keluarga selain sebagai acuan dalam membuat objektif, sekaligus juga sebagai rujukan ketika terjadi konflik kepentingan dalam anggota keluarga.

2.     Komitmen

Ketika seorang pria menjabat tangan seorang wali atau ayah seorang perempuan kemudian berkata, “ Saya terima nikahnya Fulanah binti Fulan denga mas kawin tersebut dibayar tunai.” Apa yang terjadi?

Saat itulah dia  berkomitmen. Mempunyai istri atau menikah adalah sebuah komitmen. Ketika ijab kabul selesai diucapkan, detik itu pula pada hakikatnya sang pria mengikatkan diri pada sebuah komitmen untuk menjadi suami yang setia, menafkahi dan melindungi istri.

Begitu pula ketika sepasang suami istri mengundang tamu istimewa untuk hadir dalam kehidupan mereka. Ketika Tuhan mengizinkan, hadirlah sang anak. Maka punya anak pun sebuah komitmen. Kedua orangtua  berkomitmen untuk menjadi teladan, menyediakan kebutuhan anak untuk tumbuh dan berkembang dengan baik,  dan mengajarkan nilai-nilai kebaikan untuk menjaga fitrah baik anaknya.

 Dalam perjalanan pengasuhan anak, ada kalanya seorang ayah yang sibuk bertindak “membeli cinta” anaknya.  Caranya dengan  membelikan barang-barang yang diinginkan sang anak, baik berupa gadget, mainan, atau barang-barang mahal. Harapannya,  anak-anaknya akan menilai hal ini sebagai wujud cinta dari ayah. Hal ini dilakukannya untuk menutupi rasa bersalah karena kurang memiliki waktu bersama anak. Padahal hal ini menunjukkan kegagalan sang ayah  menjaga komitmen untuk melaksanakan tugas sebagai orangtua yang wajib menyediakan waktu bersama anak-anaknya. 

Lalu sang ayah mengeluh, “ Waduh, anak saya kecanduan gadget...”

Padahal dia sendirilah pemasok dan pengedar gadget itu , sehingga anaknya kecanduan. Tanpa dia sadari, kesalahan yang dilakukan berpotensi merusak fitrah baik anaknya.

Maka, penting bagi para orangtua, terutama ayah untuk teguh melaksanakan komitmennya. Ada sebuah kisah nyata. Seorang ayah   mencontohkan bagaimana dia berkomitmen melaksanakan tugasnya memberi tausiah kepada anak-anaknya. Menurut pengalamannya, tausiah yang diberikan  ayah kepada anak itu “cespleng” alias manjur sekali. 

Dalam tausiahnya dia  kerap mengungkapkan bahwa shalat itu sebaiknya dilakukan di masjid.   Lalu apa yang terjadi?  Bahkan dia sendiri kaget, karena sekarang sang anaklah yang menarik-narik dirinya untuk melakukan shalat di masjid.  Ternyata perkatan sang ayah sungguh-sungguh didengar dan dilaksanakan oleh anak. Karena itu, sebaiknya luangkan waktu  bersama anak, berikan tausiah dan tunjukkan keteladanan sebagai bagian dari komitmen sebagai ayah.

3.      Sinergi

Suami istri itu bukan rival,  bukan pula lawan bersaing, melainkan  sebuah team yang kompak.  Suami istri  harus saling  men-support. Mas Ronny berbagi cerita bagaimana dia dan istrinya saling mendukung dalam berkegiatan.

Ketika dia harus menjalani kuliah pada week end, maka istrinyalah yang menggantikan perannya mengajak anak-anak berkegiatan di luar rumah. Demikian juga ketika Mbak Okina harus memberikan training di berbagai tempat, Mas Ronny bersinergi untuk menggantikan  peran ibu bagi anak-anaknya. 

Satu hal yang penting sekali untuk ditanamkan, bahwa keberhasilan seorang suami adalah juga keberhasilan sang istri.  Demikian pula sebaliknya, keberhasilan istri adalah juga keberhasilan suami.

 Kesuksesan karier suami di kantor tak akan dapat diraih, bila segala urusan rumah dan anak-anak tak dilakukan istri dengan baik. Sang istri pun sudah selayaknya bangga akan pencapaian suaminya, yang merupakan buah dari upaya dirinya men-support suami. Dari situ akan timbul saling menghormati antara suami dan istri .  Sehingga tak ada aroma persaingan, yang ada adalah satu team sinergi dalam menjalankan keluarga.

Ada lagi  salah satu contoh  unik, kisah nyata sinergi dalam rumah tangga. Sorang wanita memiliki karier yang baik  dan jabatan tinggi. Sementara suaminya tidak bekerja, dan sehari-hari bertugas mengurus rumah dan anak-anak mereka. Hal ini berlangsung cukup lama, dan pasangan ini tetap harmonis. Sang istri sangat menghormati dan sangat mengapresiasi suaminya, sementara suaminya pun benar-benar tulus mendukung sang istri. Saat ini pasangan suami istri ini sudah pindah ke luar negeri. Anak-anak mereka sudah besar dan  dan sekarang sang suamilah yang menafkahi keluarga dengan membuka usaha di luar negeri. Begitulah seharusnya hubungan suami istri dalam bersinergi.

4.      Respek dan Apresiasi

Seorang suami idealnya tidak pelit dalam memuji istri, karena  pujian adalah salah satu   bentuk apresiasi. Maka sebaiknya   sering-seringlah  mengapresiasi istri . Jangankan untuk hal-hal besar yang sudah dilalui istri seperti mengandung, dan melahirkan anak, bahkan untuk hal –hal kecil misalnya ketika istri menyiapkan makanan, mengantarkan anak ke sekolah, pujilah dia.

Sebaliknya istri pun demikian. Berikanlah apresiasi kepada suami yang sudah berlelah-lelah mencari nafkah untuk keluarga, dan juga untuk upaya lain yang dilakukan suami.

Memberi apresiasi berupa pujian itu tidak susah.  Katakanlah hal  manis yang nyaman didengar pasangan. Misalnya ketika mengantarkan suami ke kantor. Sebelum sang suami turun dari mobil, istri berkata,

“ Selamat bekerja, Mujahidku...semoga Allah mudahkan sukses dan barokah”

Kalimat singkat, padat dan  simple itu   menjadi suntikan energi luar biasa bagi suami.  Mudah, namun powerful, kan?

Bagaimana dengan respek? Respek itu maksudnya adalah jangan semena-mena dalam bertindak dan berkata-kata. Jangan mentang-mentang sudah menikah lama lalu berlaku seenaknya pada pasangan. Tetaplah perlakukan pasangan dengan sebaik-baik perlakuan . Bicara dengan  sopan, bertindak dengan santun.

5.      Kemesraan

Tanaman kalau tak diberi pupuk tak akan tumbuh dengan baik.  Kemesraan itu ibarat pupuk bagi pohon  cinta. Kemesraan juga sesungguhnya adalah ungkapan kasih sayang, yang bisa dilakukan baik dengan sentuhan maupun kata-kata.  Mengapa? Karena cinta itu kata kerja, sehingga harus ada action  atau perbuatan.  Bagaimana pasangan bisa tahu bila dia dicintai kalau tak ada ungkapan kasih sayang?

Rasulullah SAW memanggil istrinya  Aisyah Ra dengan panggilan mesra “ Humairah” yang artinya “ pipi yang  kemerah-merahan” . Bayangkan bagaimana rasanya istri yang dipanggil dengan demikian mesranya.

Mas Ronny menyarankan para ayah untuk menjaga api cinta dalam rumah tangga dengan kemesraan.

Kalau ada suami yang bilang,“ Wah.. kemesraan sudah hilang tuh, Pak. Dulu istri saya mesra, sekarang tidak lagi.”

Kemesraan  itu adalah wujud dari fitrah kasih sayang. Bila dulu di awal pernikahan sang istri bersikap mesra, lalu setelah bertahun-tahun bergaul dengan suaminya, kemudian dia tidak mesra lagi, siapa sebenarnya yang telah merusak fitrah kasih sayangnya?

Nah .. salah satu kiat supaya bisa mempertahankan kemesraan, bisa dengan teknik Anchor. Selengkapnya bisa dibaca di SINI 

“Ah, sudah tua juga. Gak perlulah mesra-mesra lagi. “
Benarkah tak perlu?

Mas Ronny menceritakan bagaimana ibu mertuanya memperlakukan ayah mertua (almarhum) saat merawat sakitnya. Dengan penuh kasih sayang, ibu mertua mengurus suaminya, memijitinya dan memanggilnya dengan sebutan “ Cintaku.. Sayangku..” Alangkah indahnya! Bisakah  dibayangkan bila di hari tua nanti, bersama pasangan masih terus menjaga cinta dan kemesraan seperti itu?

Siapa  mau menjalani pernikahan yang hanya menjalankan kewajiban saja? Apa enaknya bila suami hanya mencari nafkah, lalu istri mengurus anak, namun tidak ada kemesraan di dalamnya. Kira-kira nyamankah kondisi seperti itu?

Maka marilah  warnai kehidupan rumah tangga  dengan kemesraan, ciuman, pelukan, dan ungkapan kasih sayang.

Bagaimana kiat Mas Ronny menunjukkan kemesraan pada istrinya?  Biasanya dia membeli karangan bunga cantik untuk dihadiahkan pada istri  minimal setahun dua kali, pada kesempatan istimewa seperti saat ulang tahun pernikahan dan ulang tahun istri, ditambah puisi.



Jangan dikira mudah menulis puisi itu ya. Perlu usaha khusus, misalnya dengan mencari inspirasi selama beberapa minggu sebelumnya agar bisa   menuliskan puisi yang  indah dan menyentuh hati.  Tidak mudah, namun itu adalah bentuk upaya untuk menjaga rumah tangganya tetap hangat oleh api cinta.

Bagaimana kalau istri saat ini tidak mesra? Tidak apa-apa, suami bisa memulai lebih dulu untuk memberikan kemesraan.  Karena kasih sayang itu fitrah.  Mungkin istri tak mesra  akibat suami sendiri yang sudah merusak fitrah kasih sayangnya. Maka ketika suami berupaya terus untuk memberikan kemesraan, istri pun akan berubah dan membalas kemesraan itu.  Ingatlah bahwa berubah itu mengubah. Siapa pun yang memulai kemesraan lebih dulu, Insya Allah akan dicatat Allah sebagai sebuah amal kebaikan.

6.      Tumbuh Bersama Lebih Baik

Ada sebuah lagu indah yang melukiskan bagaimana suami istri bertumbuh bersama dan menjadi lebih baik.  Melihat video clip lagunya Tulus “ Jangan Cintai Aku Apa Adanya” bikin hati dijalari rasa hangat dan haru.  

Videonya berkisah tentang sepasang suami istri yang sangat saling mencintai. Sang suami bekerja menjadi badut keliling, sementara istri sangat mengaguminya. Istri tak pernah mengeluh, bahkan selalu memuji apa pun hasil yang didapat suami.

Sang istri berjuang melahirkan anaknya.  Kemudian terlukis betapa bahagianya mereka berdua ketika menimang  bayi. Di bagian akhir digambarkan sang suami telah meraih sukses, mereka menjalani masa tua yang nyaman di rumah yang besar ditemani cucu-cucu mereka. Masa tua yang indah dengan cinta yang selalu terjaga.  
Sebait syair lagu itu  sangat menyentuh,

Jangan cintai aku apa adanya... jangan...
Tuntutlah sesuatu.. biar kita jalan ke depan..

Apa yang bisa diambil dari lagu ini ? Sepasang suami istri  seharusnya saling mendukung untuk sama-sama bertumbuh dan menjadi lebih baik.

Dulu mungkin  istri adalah ibu yang kurang sabar, sekarang menjadi ibu yang lebih sabar. Dulu mungkin suami adalah ayah yang tak punya waktu  bersama anak-anak, sekarang menjadi ayah yang meluangkan waktu untuk membangun kedekatan dengan anak.  Dulu pasangan suami istri kurang mesra, sekarang keduanya saling menjaga dan memupuk kemesraan.

 Jadi tak ada istilah “ Ya aku begini ini apa adanya. Take it or leave it!” Bukankah kalau hari ini sama saja  dengan kemarin, tidak ada kemajuan, maka sebenarnya  kita sedang mengalami  kerugian?

Salah satu contoh  bertumbuh misalnya seorang suami yang memiliki latar belakang pendidikan sebagai  petroleum engineering.  Dilandasi kesadaran bahwa sebagai pemimpin keluaga, suami dan ayah dia butuh ilmu.   Maka kemudian dia memutuskan belajar parenting  bersama istrinya.  Ternyata ilmu parenting itu sangat menarik. Bukan cuma menarik,  pasangan suami istri  ini menyadari sepenuhnya  bahwa parenting adalah urusan dunia dan akhirat. Beda halnya  dengan  ilmu petroleum engineering yang sebatas   urusan dunia saja.


Maka  demikianlah seharusnya.  Suami  berkomitmen dengan istri untuk  bertumbuh bersama-sama menjadi lebih baik.

                             
7.      Kepercayaan dan Keterbukaan

Mengapa pasangan suami istri perlu saling menunjukkan transparansi atau keterbukaan? Bila suami istri saling terbuka, maka segala sesuatu akan terasa lebih ringan, karena tak ada yang disembunyikan.

Apa pun yang dilakukan suami, istri mengetahui, demikian juga sebaliknya. Sang suami percaya pada istri karena dia mengenal baik istrinya, demikian juga sebaliknya. Hal ini menimbulkan  keterbukaan dan rasa saling percaya.

Mas Ronny menceritakan pengalamannya yang agak “ekstrim”. Dulu, di tahun 2002, dia bersama beberapa teman ditugaskan perusahaan pergi ke Amerika untuk pertama kali, tepatnya ke New Orleans. New Orleans adalah kota terbesar di negara bagian Lousiana, terkenal dengan kehidupan malam yang gegap gempita.

Kemudian dia diajak pergi ke Gentlemen Club, salah satu tempat kehidupan malam. Mas Ronny menghubungi istrinya lewat telepon untuk meminta pendapat, apakah boleh atau bagaimana sebaiknya.

Bagaimana reaksi sang istri? Karena Mbak Oki mengenal baik suaminya , dan yakin suaminya tak akan melakukan sesuatu yang melanggar komitmen mereka ( waktu itu mereka baru menikah selama 2 tahun) maka dia santai-santai saja.

“Ya sudah kalau ingin tahu, pergi saja.” Jawabnya santai.

Teman-teman Mas Ronny heran, bagaimana mungkin urusan begini kok lapor ke istri? Umumnya urusan seperti ini akan menjadi rahasia lelaki. Tapi karena ada prinsip saling terbuka dan saling percaya, Mas Ronny tak ingin memiliki “beban” terhadap istrinya.

Pengalaman ke Gentlemen Club itu tak pernah terulang lagi, karena dia tahu itu tidak benar. Namun intinya adalah lebih nyaman bila istri bisa melihat 100 persen  apa yang ada pada suami, demikian juga sebaliknya, tidak ada yang disembunyikan.

·         Hubungan dengan Orangtua dan Mertua

Dalam menjalankan keterbukaan dan saling percaya, pasangan suami istri kadangkala menghadapi tantangan dari pihak keluarga. Misalnya apakah mereka masih tetap bisa saling terbuka dan saling percaya bila menyangkut urusan orangtua dan mertua.

Ada  suami yang diam-diam memberi ibunya uang, atau istri  secara sembunyi-sembunyi memberi orangtuanya hadiah. Mereka melakukan ini  karena takut diketahui pasangannya. Kenapa takut? Mungkin dari pengalaman sebelumnya, terjadi keributan atau sikap tak setuju dari pasangannya bila memberi orangtua. Ini menjadi potensi konflik antara suami istri.

Untuk menghindari hal ini, sebaiknya sejak awal suami istri sudah saling sepakat untuk memperlakukan orang tua dan mertua dengan kasih sayang yang sama, baik itu dalam bentuk perhatian, maupun finansial.  

Ada sebuah kisah menarik tentang sepasang suami istri dan ibunya. Suatu hari,  si ibu mengeluh pada anak laki-lakinya, tentang mesin jahit yang sudah tua. Maka si anak  dan istinya  mengajak  ibu membeli mesin jahit baru di sebuah toko besar. Toko itu memajang berbagai macam mesin jahit dari yang paling sederhana hingga yang paling canggih.
Sebagai lelaki yang berpikiran logis, dia memilihkan mesin jahit yang cukup baik,  yang menurutnya pas untuk kebutuhan ibunya. Bukan yang paling mahal, bukan pula yang murah. Yang sedang-sedang saja. 

“Bagaimana kalau yang ini saja, Bu?” 

“Ya, boleh saja.” Jawab Ibunya.

Tapi ketajaman indra sang istri menangkap bahwa ibu sebenarnya ingin mesin jahit  paling canggih di sudut sana,  yang sejak tadi dilirik-liriknya.

Si istri   kemudian berbisik pada suaminya,

“ Ibu mau mesin jahit yang canggih itu. Belikan yang itu saja.”

Maka akhirnya mereka memboyong mesin jahit canggih yang paling mahal dari toko itu. Wajah sang ibu terlihat bahagia sekali  ketika memperoleh keinginannya.

Mengapa suami menurut saja ketika sang istri memintanya membeli mesin jahit canggih, padahal untuk ibunya sebenarnya tak perlu spesifikasi mesin jahit paling canggih?

Kebahagiaan yang bersinar di wajah sang ibu itu sangat berarti. Mereka telah sepakat, apa pun yang bisa dilakukan untuk membahagiakan orangtua maupun mertua, akan mereka lakukan, selama masih ada kesempatan. Karena sesungguhnya, sekeras apa pun upaya anak membahagiakan, tak akan mampu membalas jasa dan kebaikan yang sudah dilakukan orangtuanya. 

Sudah selayaknya seorang suami dan seorang istri mencintai dengan tulus dan berterimakasih pada mertuanya sama seperti  mencintai orangtua kandungnya. Bukankah suami atau istri yang  sangat baik  yang kini menemani hidupnya adalah hasil didikan  mertuanya? Mertualah yang berjasa membentuk, mengasuh dan mendidik suami-atau istri sehingga ia sekarang  menjadi seseorang yang membuat bahagia. Dengan berpegang pada hal ini, hubungan antara menantu, mertua dan orangtua akan harmonis.

·         Managemen Keuangan

Banyak  terjadi kasus istri yang tidak tahu persis berapa besar penghasilan suaminya. Dia hanya dijatah oleh suaminya sejumlah uang setiap bulannya.

Mas Ronny berbagi tips pengelolaan keuangan keluarga yang dilakukan bersama Mbak Okina. Uang yang diperolehnya dari pekerjaan , seluruhnya akan masuk ke sebuah rekening yang mereka sebut sebagai company account. Company account  ini adalah uang keluarga. Jadi bukan untuk kepentingan individu suami, atau istri, tapi untuk kepentingan keluarga.

Kemudian setiap bulan dari company account  akan dialokasikan “uang lelaki”, ditransfer ke rekening Mas Ronny.  Lalu ada juga “ uang istri” yang ditransfer ke rekening Mbak Okina. Uang lelaki dan uang istri ini untuk kepentingan masing-masing individu, Mas Ronny dan Mbak Okina. Mereka bebas mau membeli apa, atau mau dipakai untuk apa uang itu.

Sementara Mbak Okina  punya penghasilan sebagai consultan, trainer, psikolog dan sebagainya. Penghasilan ini menjadi hak Mbak Okina sendiri, tidak boleh diganggu-gugat. Tapi Mbak Okina dan Mas Ronny punya kesepakatan,  10 persen penghasilan Mbak Oki  akan ditransfer ke Mas Ronny.  Dengan penuh canda tawa mereka menyebut uang itu sebagai uang “jatah preman” Mas Ronny. Uang itu bebas mau dipakai untuk membeli apapun keperluan Mas Ronny.

Meski Mbak Okina tidak berkewajiban menafkahi suami,  keputusan untuk memberi jatah preman ini diambilnya sendiri, semata-mata untuk membahagiakan suaminya.

Kalau ada suami yang hanya memberi sejumlah uang pada istri untuk kepentingan keluarga semata, lalu karena istri punya kebutuhan sendiri,  terpaksa dia menyisihkan dari sisa-sisa uang bulanan, itu dzolim. Para suami hendaknya lebih memperhatikan kebutuhan istrinya.

Bila suami maupun istri masing-masing memiliki kebebasan finansial (punya uang lelaki dan uang istri), saling terbuka dan  konsisten menjalankan kesepakatan bersama, konflik akan bisa diminimalisasi.  Bahkan Insya Allah tak akan terjadi konflik akibat masalah keuangan.

Akhirnya, harapanku  menuliskan ini sebagai oleh-oleh dari Training Enlightening Parenting for Dads , semoga bisa  membuka mata para suami maupun para istri untuk membenahi komunikasi dengan pasangan, melalui 7 point penting yang tersebut di atas.

Mudah-mudahan dengan memperbaiki komunikasi suami istri, tercipta rumah tangga sakinah yang menjadi tempat ideal tumbuh kembang anak-anak generasi gemilang yang terjaga fitrah baiknya.




13 komentar:

Retno mengatakan...

terima kasih sharingnya mbak... banyak PR nih buat saya...

Anggraeni Septi mengatakan...

Wow super lengkap. Makasih oleh olehnya mba Juliana Dewi. Duh langsung banyak merenung niih.

starleery mengatakan...

Terimakasih banyak sharingnya ya bu. lengkaap sekali. harus banyak yang di perbaiki nih :)

Juliana Dewi Kartikawati mengatakan...

@Retno : yuk kerjain PR nya bareng suami ya😊

Juliana Dewi Kartikawati mengatakan...

@Anggraeni Septi : sama2 Mbak.. setelah merenung, langsung ajak suami action ya😉😁😁

Juliana Dewi Kartikawati mengatakan...

@star leery : sama2.. 😍😍

Misterransel mengatakan...

Super banget artikel nya...

Juliana Dewi Kartikawati mengatakan...

@Yosh Chasez : ☺☺☺😄

Turis Cantik mengatakan...

setujuuuu suami istri memang harus kompak mbak, satu visi dan misi.

Inda Chakim mengatakan...

Mbk makasih bnyak yak.
Kumplit.
Share ah ke suamik. 😊

Ahli Seo mengatakan...

Aku setuju sama poin demi poin nya mbak... terima kasih....

Dpawon Catering mengatakan...

Untuk beberapa poin aku setuju sih,

Ifa mengatakan...

Jazakillahu khairan mbak..