Jumat, 23 Agustus 2019

PELESIRAN MESRA DI BATAM DAN BINTAN



Kali ini si Akang ada kerjaan di Batam dan dia  mengajak bininya ikut. Hihihi...πŸ˜€πŸ˜€πŸ˜€

Ngapain ikut suami kerja? Ya kalau diajak suami nggak boleh nolak kan ya.. Dengan kehadiran istri, dia merasa lebih nyaman. Dan aku juga tidak akan ikut ke lokasi Shipyard tempat dia bekerja. Aku hanya menemani dia di hotel dan saat sudah selesai kerjaannya. (Ini sebenarnya percakapan self talkku. . πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚)

Aku berangkat ke Batam dari Palembang. Karena dari Kamis 15 Agustus aku ada di Palembang untuk menengok Mami dan mertuaku. Tepat di hari kemerdekaan, 17 Agustus 2019,  tiba di bandara Hang Nadim Batam pukul 13.00. Dengan taksi aku langsung menuju hotel Harmoni di kawasan Sungai Jodoh, Nagoya. Ternyata hotelnya terletak di pusat kota Batam. Di mana di sekeliling hotel terdapat beberapa tempat makan yang terjangkau dengan jalan kaki.

Akang berangkat dari Bogor dan tiba di hotel sore hari.  Hari ini kami habiskan dengan santai-santai di hotel.

Hari Minggu 18 Agustus 2019, usai akang mengunjungi Shipyard, kami makan siang menikmati sop ikan khas Batam yang sudah dari dulu ngehits.

Akang memilih menu sop ikan, aku memilih sop ikan dicampur sea food.  Sop ikan dan sea food ini enak, segar. Cocok sekali dengan selera kami yang suka makan makanan berkuah, panas dan gurih. Potongan daging ikan, dimasak dengan kuah  dicampur bumbu, potongan tomat hijau dan sayur. Semakin mantap rasanya setelah aku campurkan irisan cabe rawit hijau. Hmmm...yummmy.


Lalu ada siput gong gong. Siput ini direbus, kemudian disajikan di piring lengkap dengan sambal untuk cocolannya. Rasanya kenyal-kenyal, lumayan enak. Meskipun menurutku siput ini lebih enak kalau dibuat jadi  keripik.


Yang juga enak adalah menu ayam goreng bawang. Tampaknya menu ini juga khas Batam, karena ayam goreng bawang ini disajikan juga di menu sarapan di hotel. Ayamnya dipotong-potong kecil, digoreng dengan bumbu spicy, lalu disajikan dengan bawang putih yang digoreng lengkap dengan kulitnya. Aku tak cuma mencicipi ayam yang dagingnya lembut spicy, tapi bawang putih goreng itu ternyata enak juga. πŸ˜‹


Sore itu aku dan Akang menghabiskan waktu ngegym di hotel.



“Nanti malam kan kita mau makan duren, Neng. Jadi sekarang kita bakar lemak dan kalori dulu. Supaya gak kegendutan.” Begitu saran si Akang.

Malamnya kami kelayapan keluar hotel. Ngapain lagi kalau bukan mencari durian. Si akang penggemar berat buah berduri itu.  Kabarnya, durian import dari Malaysia sampai juga ke Batam. Maka kami terdampar di kawasan Tanjung Batu. Di sana ada kios Durian Datuk yang menyediakan durian-durian import dari Malaysia.

Sebenarnya kami datang ke tempat ini bukan di waktu yang tepat. Saat itu jam 7.30 malam, sedangkan kiriman durian biasanya datang jam 9 malam. Sehingga saat itu kami hanya kebagian “sisa” saja. Tapi Alhamdulillah.. masih ada durian  jenis Teik Kah, Udang Merah daaan.... Musang King.







Durian udang merah dagingnya berwarna sedikit orange. Rasanya manis. Teik Kah lebih enak, manis dan ada pahitnya. Bagiku, paling juara rasanya adalah Musang King. Manisnya ngejreng, daging buah berwarna kuning glowing cantik, pahitnya ada sedikit saja, daging buah tebaal, bijinya tipis kempet. Tapi bagi si Akang, dia lebih suka makan Teik Kah yang rasa pahitnya agak lebih kuat dari Musang King. Sayang sekali, durian jenis Duri Hitam, yang paling digemari Akang, tidak tersedia.

Hari ini ditutup dengan bobok cantik kekenyangan makan durian.

Si Akang, belahan jiwa yang baik hati  terlihat gantengnya meningkat berlipat-lipat di mataku.  Bagaimana tidak, dia mengajak aku jalan-jalan ke Pulau Bintan.  Yeayyy....

Kerjaan gimana kerjaan? Hehehe... pas banget ini rezeki istri shalehah.  Ada beberapa hambatan di lapangan sehingga kerjaannya belum  bisa dimulai, baru bisa dimulai esok harinya.

Maka, kami memesan mobil sewaan untuk jalan-jalan satu hari di Pulau Bintan.  Akang pesan di nomor ini : Tanjung Uban Rental ( Pak Adi ) 082284812724.

Sewa mobil + sopir+ bensin+ parkir seharian Rp. 550.000,- Jenis mobil yang kami sewa Proton Exora. Kami baru tahu kalau harganya bisa ditawar sebenarnya. Tapi ya nggak tega juga nawarnya. Hehe..πŸ˜ƒπŸ˜ƒ


Pagi-pagi kami bangun dengan semangat 45. Sepertinya masih terpengaruh suasana 17 Agustusan. Usai sarapan, sekitar jam 7 pagi akang memesan taksi online untuk menuju ke Pelabuhan Telaga Punggur. Atas petunjuk seorang teman, kami disarankan naik speedboat menuju Pelabuhan Tanjung Uban Pulau Bintan. Dia tidak menyarankan naik kapal Roro/ ferry karena membutuhkan waktu menyeberang yang lebih lama yaitu 1 jam. Dengan speedboat hanya butuh 15 menit saja menyeberang dari Telaga Punggur ke Tanjung Uban.

Setelah membayar taksi online sejumlah Rp. 95.000 untuk perjalanan sekitar 35 menit dari hotel, kami turun di Pelabuhan Telaga Punggur.

Suasana sepi, tapi counter-counter tiket sudah buka. Kami memilih counter tiket untuk menuju ke Tanjung Uban. Harga tiketnya Rp. 53.000 per orang. Setelah dapat tiket, dengan langkah cepat kami berjalan menuju dermaga.

Speedboat sudah menanti di dermaga. Tak menunggu lama, kapal kecil itu segera membawa kami menuju Tanjung Uban. Perjalanan singkat  dengan pemandangan laut dan langit  biru, angin kencang  menerjang jilbabku lewat  jendela kapal , mengingatkan aku saat bulan Juli lalu ketika menyeberangi laut menuju  Venezia Italy yang juga dilakukan dengan speedboat. Ah..senangnya. Kini kami jalan-jalan lagi.


Pelabuhan Tanjung Uban juga tidak terlihat ramai. Setelah kapal bersandar, kami cepat-cepat berjalan menuju parkiran mobil. Akang menelpon driver, dan segera disambut. Nama drivernya Pak Adi. Lelaki usia  30an tahun itu terseyum ramah menyambut kami.



“Kita langsung ke objek wisata Gurun Telaga Biru ya Pak.” Usul Pak Adi. Kami berdua manut saja.

Dari pelabuhan Tanjung Uban, kami menempuh jarak sekitar 17 km. Selama berkendara, melewati  hamparan semak dan tanah kering di sisi jalan,Pak Adi bercerita tentang pualu Bintan dan bagaimana dia bertemu istrinya yang orang Palembang, hingga menikah dan menetap di pulau ini. Menurut Pak Adi sebagian besar tanah di pulau ini milik Salim group. Termasuk juga wilayah objek wisata yang sedang kami tuju.

 GURUN TELAGA BIRU DESA BUSUNG

Gurun pasir Telaga Biru desa Busung  terletak di Kecamatan Tanjung Uban, Kabupaten Bintan, Propinsi Kepulauan Riau. Dari Pelabuhan Tanjung Uban butuh waktu sekitar 20 menit perjalanan. Sedangkan dari bandara Raja Haji Fisabilillah Tanjung Pinang maupun Pelabuhan Tanjung Pinang membutuhkan waktu tempuh sekitar 45 menit dengan mobil.

Tempat ini sebelumnya adalah area penambangan pasir bauksit yang kini sudah mengeras seperti karang. Penambangan sudah lama dihentikan sejak Orde Baru masa pemerintahan Presiden Soeharto.
Puluhan tahun terbengkalai, cekungan bekas galian kemudian terisi air, membentuk telaga dengan air yang hijau kebiruan, bening dan tenang.

Terdapat pula gundukan-gundukan pasir mengeras berwarna cream dengan butiran berkilau seluas 6000 hektar, tampak seperti gurun di Timur Tengah. Tempat ini menjadi sangat cantik ketika diabadikan dalam foto.

Masuk ke area ini tidak ada biaya retribusi, hanya perlu membayar uang parkir Rp. 2000,- untuk motor dan Rp. 5.000 untuk mobil.

Matahari bersinar terang, namun arah datang cahaya matahari seolah mendukung kami menghasilkan foto-foto cantik.

Terdapat telaga biru di bagian depan area, namun Pak Adi membawa kami ke telaga biru yang lebih jauh, melewati gurun pasir.

Serombongan turis asing berbahasa China berbondong-bondong turun dari bus, kemudian menyerbu gurun dan telaga biru. Aku tersenyum-senyum melihat seorang gadis melepas pakaian luarnya, rupanya dia sudah siap bergaya dengan baju senam, lalu berpose dengan pose yoga di atas titian telaga biru. Temannya sibuk memotret sang gadis dari berbagai posisi. Hahaha... keren. Niat banget.

Pak Adi memotret  kami di tiap spot cantik, baik di gurun maupun di telaga biru. Hasilnya bisa dilihat di sini.





“Neng, ini tempatnya memang cantik ya. Tak perlu photographer profesional, driver mobil sewaan saja dengan sedikit arahan sudah bisa menghasilkan foto dengan komposisi cantik begini.” Ujar Akang puas melihat hasil jepretan Pak Adi.

Panas terik matahari membuat kami haus. Setelah berfoto dan menikmati suasana, kami duduk di tenda-tenda warung menyeruput air kelapa muda yang menyegarkan. Warung-warung itu juga menjual durian. Tapi kami tidak membeli karena Pak Adi bilang lebih baik beli di tempat yang khusus menjual buah durian.

“Jangan khawatir, Pak. Nanti kita mampir makan durian di perjalanan kita  ini. Banyak juga tempat makan durian di pinggir jalan. “ Ujar pak Adi.

LAGOI BAY 

Pak Adi kemudian membawa kami ke Lagoi Bay. Berada pada kawasan seluas 1.300 hektar, Lagoi Bay adalah ‘jantung Pulau Bintan’. 


Di area ini terdapat banyak tempat makan  dan hotel-hotel mahal.  Ada juga kebun binatang dan Treasure Bay Lagoi, yaitu kolam renang terbesar di Asia Tenggara. Luasnya mencapai 6,3 hektar, dan memiliki panjang 800 meter. Luas  permukaannya bahkan setara dengan 50 kolam renang untuk ukuran olimpiade. Daya tamping airnya sampai 115 juta kubik, dengan kedalaman terjauh adalah 2,5 meter.



Sayangnya untuk kali ini kami  memutuskan tidak mengunjungi Treasure Bay, karena waktu yang sempit dan tidak bawa pakaian renang. Mungkin nanti kalau ada kesempatan lagi, ingin rasanya menginap dan menikmati suasana Treasure  Bay.


Kami hanya mengunjungi Lagoi Bay saja. Di sini terdapat Lantern Park, taman lampion yang buka pada malam hari. Tapi sayangnya taman ini sedang tutup, karena renovasi.

Di Lagoi Bay, pantainya landai . Akang menatap hamparan laut dan pantai tanpa selera.


“Akang lebih suka pegunungan Neng.” Ucapnya.

“Nanti kita ke pantai yang bagus, Pak. Namanya Pantai Trikora. Jauh lebih bangus dari tempat ini.” Ucap Pak Adi.

 MAKAN DURIAN LOKAL BINTAN 

Dari Lagoi Bay, Pak Adi membawa kami makan durian. Duriannya jenis lokal. 


Salah seorang teman yang tinggal di Batam meminta aku mencoba durian daun kalau berkunjung ke Bintan. Katanya enak. 

Durian daun ukurannya kecil, durinya langsing dan rapat. Buahnya pun kecil-kecil. Rasanya bagaimana? Hehehe... kurang enak menurutku dan akang. 

Ini masalah selera. Aku yang sudah mencicip durian import seperti Musang King jadi punya standard yang tinggi untuk ukuran kelezatan durian. Dan Durian daun ini  menurutku ada di bawah standard enak. 


Kami mencicipi durian lokal juga. Lumayanlah.. manis dan cukup enak  meski tidak seenak durian import.

PONDOK TELUK BAKAU BAY VIEW

Siang makin menjelang. Pak Adi membawa kami ke resto Seafood di kawasan pantai Trikora. Nama tempatnya “Pondok Makan Teluk Bakau Bay View”.


Berharap bisa menyantap ikan bakar, Akang jadi kecewa karena ikan tidak tersedia.  Akhirnya kami memesan cumi lada hitam, Ayam goreng bawang, siput gong gong, dan tumis kangkung. Kenyaang..

PANTAI TRIKORA 3


Setelah shalat zuhur dan ashar dijamak, kami melanjutkan perjalanan ke pantai Trikora 3.  Naah... ini baru pantainya cuantiiik.



Pantai Trikora terletak di Desa Malang Rapat, Kecamatan Gunung Kijang, Pulau Bintan.  Nama Trikora berasal dari nama “three corral”, yang diberikan oleh wisatawan asing yang kala itu berkunjung ke pantai ini. Demikian menurut cerita masyarakat sekitar.

Versi lainnya  mengaitkan bahwa Trikora berhubungan dengan Tri Komando Rakyat. Dimana pada saat pemerintahan Presiden Soekarno, tengah hangat beredar isu tentang “Ganyang Malaysia”, dan pantai ini merupakan basis pertahanan wilayah terluar Indonesia pada masa itu.

Terdapat pantai Trikora 1, Trikora 2, Trikora 3 dan 4. Pak Adi membawa kami ke pantai Trikora 3, yang menurutnya paling indah.





Dan memang benar apa yang dikatakan Pak Adi. Pantai Trikora terbentang sepanjang 25 kilometer. Di Trikora 3, bentang pantainya bervariasi, dari pantai yang landai hingga bagian yang dihiasi batu-batu granit besar, baik di pinggir pantai maupun agak ke tengah  lautan. Dari pantai ini pun terlihat tanjung, yaitu bagian pantai yang mejorok ke lautan. Sehingga bentnag pantai Trikora 3 terlihat cantik sekali.

Airnya biru tenang, bening. Angin bertiup semilir. Di tepi pantai berderet gazebo kayu untuk duduk-duduk bersantai menikmati suasana.

Aku dan Akang tak melewatkan kesempatan ini. Kami menikmati suasana lalu berfoto-foto mengabadikan kecantikan pantai ini. Kecantikan pantai Trikora mirip dengan pantai-pantai berbatu seperti pantai Parai di Pulau Bangka dan pantai-pantai di Pulau Belitung.

DURIAN SI KUNING


Sebenarnya aku ingin lebih lama berada di tempat ini, tapi Akang masih ingin makan durian.  Ya Allah... si Akang bukan main gemarnya makan durian. 😁😁 

Kami mampir lagi ke kedai durian pinggir jalan. Alhamdulillah kami beruntung bisa mencicipi durian Si Kuning. Durian tembaga yang tampilannya cukup menggiurkan. Buahnya kuning glowing mirip tampilan  Musangking. Rasanya enak juga, meski masih kalah dengan Musang King.

 OTAK OTAK DEKAT JEMBATAN 

Mbak Melati, salah satu sahabatku, merekomendasikan makan otak-otak pulau Bintan yang katanya dijual dekat jembatan. Kampi pun mencari lokasi makanan ini. Alhamdulillah ketemu.. Yeayy...


Otak-otak Bintan terbuat dari ikan, dan ada juga dari cumi.  Adonan ikan atau cumi dicampur bumbu warna merah, lalu dibungkus dengan daun kelapa, lalu dibakar. 



Rasanya enaaak... dan harganya murah. Otak-otak ikan dijual @Rp. 1.000,- dan otak-otak cumi @Rp. 2000,- . Agak jauh dari jembatan bahkan kami menemukan otak-otak yang lebih enak dan lebih tebal ukurannya. Otak-otak ini terbuat dari ikan dicampur cumi dan harganya Rp 1000,-. Jangan lupa mencicipi makanan ini kalau ke pulau Bintan dan Batam ya..


Menjelang pukul 4 sore, aku dan Akang diantar kembali ke pelabuhan Tanjung Uban. Sepanjang jalan rasanya hatiku hangat, tangan kami saling bergenggaman, nyaman sekali, berasa kayak penganten baruπŸ˜šπŸ’˜πŸ’˜πŸ’˜ πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚ . Tampaknya kena pengaruh suasana tempat-tempat indah yang baru saja kami kunjungi. 

Sesekali akang mencium tanganku. Romantis?? Bukaan.. Soalnya tanganku bau durian. Hahahaha...πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚

Alhamdulilah.. hari yang indah.