Sabtu, 16 Juli 2011

Jalan-Jalan di Vatican dan Colosseum di Roma




Di Bandara Leonardo da Vinci atau Fiumicino, setelah mengurus bagasi barang-barang kami, ada satu hal yang sedikit “mengejutkan” terutama bagi peserta tour yang berusia lanjut yaitu : tidak ada porter. Memang benar, tidak ada satupun petugas atau anak-anak muda yang biasanya banyak terdapat dibandara di Indonesia yang membantu mengangkut barang. Jadi itu artinya kami harus membawa barang-barang kami sendiri. Memang disediakan trolley atau kereta dorong gratis, tapi mengangkat tas dan menurunkannya dari trolley harus kami lakukan sendiri. Bagi aku, Mariska dan peserta yang lain yang masih muda-muda sih tak masalah. Meskipun capek setelah 16 jam perjalanan, tapi menginjakkan kaki di benua Eropa terasa memberikan energi luar biasa bagi kami, bagaikan batere yang baru di-charge, rasanya tak sabar lagi kami ingin menjelajah Eropa. Tapi bagi yang berusia sudah lanjut, apalagi bila membawa tas yang berat dan besar, kasihan juga… karena meskipun sudah membawa trolley, di depan pintu masuk tetap saja barangnya harus diturunkan dari trolley dan dibawa sendiri sampai ke bus.
Setelah semua barang diangkut ke bus, aku dan Mariska cepat-cepat memilih kursi yang terdepan di dalam bus. Saat bus bergerak, mata kami dimanjakan dengan suasana kota Roma yang antik, penuh bangunan-bangunan bersejarah dengan arsitektur menawan. Jalan-jalan di kota Roma agak sempit dan banyak, kadangkala tampak serupa dan membingungkan. Kalau aku sendirian “dilepas” di kota ini, dijamin aku bakalan menjalani petualangan nyasar yang sukses!!Aku jadi ingat pepatah “ Banyak jalan menuju Roma” tapi begitu sampai di Roma sepertinya pepatah itu mesti diganti jadi “ Banyak jalan serupa di Roma” Halaaah…..

Bus menurunkan kami dipinggir jalan, lalu seorang wanita pirang dengan mantel berwarna abu-abu yang agak lusuh dan sepatu boot coklat membalut kakinya menyambut kami dengan ramah. Tangannya mengenggam sebuah payung merah jambu tua yang warnanya mencolok mata. Dialah pemandu wisata lokal yang akan menemani kami jalan-jalan ke Vatican. Tapi kami akan makan siang dulu di sebuah resto di dekat Vatican, setelah itu baru jalan-jalan akan dimulai. Dengan berjalan kaki kami menuju ke resto yang sudah dipesan oleh tour leader kami. Resto itu ternyata adalah Chinese Restaurant, yang menghidangkan nasi dan lauk pauknya.
Selesai makan, sang local guide membagikan semacam earphone kepada kami satu persatu. Dengan earphone itu kami bisa mendengar penjelasannya tentang sejarah Vatican dan hal-hal tentang tempat itu yang patut diketahui. Lalu rombonganpun bergerak, kami berjalan kaki lagi menyusuri jalan disisi tembok tinggi yang membatasi Vatican dengan Roma. Banyak sekali turis-turis asing lainnya dari berbagai etnis berkeliaran di sepanjang jalan.
VATICAN

Saat memasuki gerbang Vatican, kami langsung terpesona oleh bangunan-bangunan bergaya Renaissance abad 16 yang ada di dalamnya seperti Saint Pieter’s Basilica, Chapel Sistine, Vatican Museum dan lapangan St. Pieter Square. Vatican yang nama resminya State of Vatican City merupakan negara merdeka terkecil di dunia. Luas wilayahnya hanya 0,44 km2 saja dan berada di dalam wilayah kota Roma. Vatican merupakan tempat tinggal Paus, pemimpin umat Katolik. Warga Vatican hanya sekitar 890 orang yang terdiri dari rohaniawan/rohaniawati dan Swiss Guard atau sebuah unit tentara bayaran dari Swiss yang bertugas menjaga dan mengawal Paus.

Di Vatican terdapat bangunan gerbang pilar berbentuk setengah lingkaran dengan tiang-tiang yang berjumlah 284 kolom. Diseluruh bagian atasnya terdapat patung-patung orang suci (santa/ santo) yang berjumlah 140 patung dengan tinggi masing-masing 3,2 meter.

Ditengah-tengah lapangan yang disebut Saint Pieter Square atau Piazza St. Pietro ini terdapat tiang Obelisk yang tingginya 25,5 meter dengan salib dipuncaknya. Disebelah kiri dan kanan obelisk itu terdapat air mancur yang merupakan karya dari Maderno dan Carlo Fontana.
SAINT PIETER’S BASILICA: GEREJA TERBESAR UMAT KATOLIK


Aku melihat antrian panjang melingkar-lingkar menuju pintu masuk St. Pieter’s Basilica. Rombongan kamipun lalu ikut masuk juga dalam antrian panjang itu. Entah karena suasana atau memang antriannya yang tertib, aku tidak merasakan lamanya menanti giliran masuk ke dalam gereja tempat pemimpin tertinggi umat Katolik dunia itu. Di dekat pintu masuk, ada peraturan yang harus ditaati pengunjung, misalnya berpakaian sopan dan tertutup, tidak menggunakan lampu blitz saat memotret, lalu ada pemeriksaan barang-barang bawaan. Setelah melalui itu rombongan bergerak masuk ke dalam gereja.
Sesaat sebelum masuk pintu gereja, berdiri menjulang tinggi seorang Swiss Guard ganteng bukan kepalang di dekat pintu, wajah gantengnya sangat serius, tanpa senyum dan ekspresi. Dia tampak menonjol dengan seragam Swiss Guard berwarna mencolok mata ditengah kerumunan turis yang bagai merambat ingin masuk ke dalam Gereja. Sayang, saking terpesonanya aku malah tak sempat memotret si ganteng itu, padahal aku inget pesan salah seorang temanku yang minta aku memotret setiap orang ganteng yang kujumpai di Eropa untuk oleh-olehnya. Ha..ha...ha...I’m sorry friend..
Gereja St. Pieter’s Basilica adalah salah satu gereja Katolik terbesar di dunia yang dapat menampung 60.000 orang. Gereja dengan panjang 220 meter dan lebar 150 meter ini dibangun selama 120 tahun yaitu dari tahun 1506 sampai 1626 dengan Michaelangelo sebagai salah satu dari banyak arsiteknya. Dianggap sebagai salah satu situs Kristen paling suci yang memegang peranan terbesar dari seluruh gereja Katolik di dunia, gereja ini merupakan tempat pemakaman St. Petrus yang dimakamkan di bawah altar utama. Paus lainnya pun dimakamkankan di gereja ini.

Saat di dalam gereja, kami ternganga melihat keindahan interiornya, banyak patung-patung yang dibuat dengan sangat detail, salah satunya adalah “Pieta” karya Michaelangelo. Selain patung-patung, semua ornamen di dinding, jendela, dan langit-langit gereja ini sangat memukau indahnya. Sebenarnya ini pengalamanku pertama kali masuk gereja, karna aku seorang muslimah. Tapi pengamalan ini tentu sangat bermanfaat untuk menambah pengetahuanku dan terutama untuk menyaksikan sendiri bagaiman arsitektur Renaissance dan Baroque yang membentuk Gereja ini sebagai bukti kemegahan peradaban manusia di abad 16.
Setelah puas melihat-lihat dan berfoto, aku dan Mariska keluar untuk menunggu peserta lain ditempat yang telah ditentukan oleh tour leader. Disisi luar gereja, kami melihat dua orang Swiss Guard berdiri dengan sikap sempurna, sementara beberapa turis berfoto diantara mereka. Kamipun cepat-cepat ikut antri menunggu giliran. Akhirnya bisa juga berfoto dengan Swiss Guard tinggi menjulang itu meskipun bukan Swiss Guard yang paling ganteng tadi.. he..he... sayang sekali para Swiss Guard itu sepertinya dilarang cengengesan atau senyum-senyum. Lihat saja tampang mereka yang jutek dan tanpa ekspresi itu...

Aku dan Mariska melangkah menuju tempat yang ditentukan untuk bertemu dengan peserta tour lainnya. Kami duduk-duduk di tangga didepan pilar-pilar dan diantara remaja-remaja bule yang banyak beristirahat disitu. Sebenarnya dibutuhkan waktu seharian untuk menjelajahi dan mengagumi bangunan-bangunan monumental di dalam wilayah Vatican ini, tapi sayangnya waktu kami tak banyak, jadwal tour yang sudah ditentukan membuat kami harus puas hanya menghabiskan waktu beberapa jam saja di Vatican ini.
COLOSSEUM
Rombongan kembali bergerak, dengan bus kami menjelajahi kota Roma menuju Colosseum. Colosseum adalah stadion atau gedung pertunjukan terbuka yang juga disebut Flavia Amphitheatre. Bangunan ini merupakan monumen yang terpenting peninggalan dari Roma kuno.

Kebanyakan arkeolog berpendapat bahwa bangunan ini didirikan antara tahun 70-82 M. Dibangun oleh kaisar Vespion yang berasal dari dinasti Flavia, dan diresmikan oleh putranya Titus. Nama Colosseum sendiri diambil dari nama patung besar Nero yaitu Colossus.
Banyak gladiator dan ribuan binatang buas telah diadu di stadion ini. Banyak darah dan kematian telah tertumpah dan disaksikan ribuan orang disini. Bahkan orang-orang Kristen pada masa perkembangan awal Roma diadu sampai mati disini. Hal ini terus terjadi sampai tahun 400M ketika kekaisaran menghapuskan kegiatan ini.
Bangunan ini sudah terlihat rusak dan hancur separuh, kebanyakan kerusakannya diakibatkan bencana gempa bumi pada pertengahan abad ke 5. Meskipun demikian, kami masih bisa menyaksikan sisa kemegahannya.

Rombongan tour hanya melakukan foto stop saja disini, karena waktu yang singkat. Kamipun tak bisa masuk ke bagian dalamnya karena antrian yang “mengular” sudah terlihat di depan pintu masuknya. Setelah mengambil foto, aku melihat-lihat sekitar bangunan kuno itu. Banyak penjual souvenir terdapat disana. Lalu ada kereta kuda yang bisa disewa untuk mengelilingi colosseum dari bagian luarnya. Satu lagi yang unik, banyak gladiator-gladiator gadungan dengan pakaian berwarna merahnya berkeliaran disana, mereka meminta bayaran 2-3 Euro bagi wisatawan yang mau berfoto bersama mereka.
Satu hal yang sangat sering diingatkan oleh tour leader kami adalah : Hati-hati copet!! Di Eropa terutama di Italy banyak copet apalagi ditempat-tempat wisatanya.