Selasa, 09 Maret 2021

IBU MERTUA DAN MESIN CUCI AKARI

Setiap kali aku mudik ke Palembang dan nginep di rumah mertua, ada rutinitas yang bisa dibilang" quality time " bareng ibu mertuaku.

Pagi setelah sarapan, biasanya Ibu tanya.

"Banyak baju kotor gak, Wi? Kalau banyak, kita nyuci pakai mesin cuci saja."

Kalimat sederhana itu bagiku istimewa. Itu menunjukkan betapa ibu mertuaku tak tega kalau aku harus ngucek cucian secara manual . Kalimat itu juga menunjukkan kemurahan hati ibu mengizinkan aku memakai mesin cuci istimewanya. Mesin cuci istimewa? Iya😁😁



Mesin cuci Ibu merk Akari keluaran tahun 2003. Tipe manual, dua tabung, bukaan atas. Mesin itu dibeli dengan uang gaji PNS ke-13nya, saat beliau masih bekerja sebagai guru SD.Meski usianya sudah 18 tahun, kondisi mesin cuci Ibu kinclong, bersih, mengkilat, tanpa noda debu sedikitpun. Sungguh pandai Ibu merawat barang-barangnya.

Tentu aku tersanjung. Diajak ibu mencuci pakai mèsin cuci istimewa.

Tak sembarang orang boleh memakai mesin itu. Hanya boleh ibu sendiri yang mengoperasikannya, dengan prosedur baku yang sudah ditentukannya sendiri. Aku hanya perlu nurut, mengikuti arahan Ibu.




Dengan meraba-raba, ibu menggeser mesin cuci dari sudut bawah tangga, dipindah ke ambang pintu samping. Hatiku miris melihatnya. Ibu mertuaku sejak beberapa tahun belakangan ini kehilangan penglihatan. Syaraf-syaraf matanya rusak. Meski sudah berobat ke sana ke mari, dokter -dokter itu semua angkat tangan. Tak ada yang bisa dilakukan untuk mengembalikan penglihatan Ibu. Meski demikian, ibu sudah hafal semua letak barang di rumahnya. Dia tetap bisa beraktifitas, meski dengan meraba-raba.

Ibu membuka tutup mesin bagian kiri. Kemudian dia bergerak ke kamar mandi samping. Diisinya dua baskom hitam besar dengan air. Ibu sudah hafal berapa gayung air yang dibutuhkan untuk mengisi baskom2 itu. 

Aku berada di dekat ibu, menjaganya. Sungguh hatiku deg2an, takut ibu terpeleset. Tapi jangan coba-coba melarang ibu melakukan aktifitas itu, dia akan protes keras! Bagi ibu, mencuci adalah kegiatan asyik yang menjadi semacam hiburan baginya.

"Masukkan airnya ke mesin, Wi." Perintah Ibu sambil menyodorkan ember hitam.

Lima ember air kutuangkan ke dalam mesin. Lalu ibu menuangkan detergen, 2 sendok takar. Tangan ibu meraba ke dalam mesin untuk mengechek apakah pakaian kotor sudah terendam dengan pas. Ibu mengangguk puas, kemudian jarinya memutar tombol timer, tepat di angka 9 menit. 

Selama menunggu mesin berputar, ibu bercerita tentang masa lalunya. Meski cerita itu sudah puluhan kali diceritakan padaku, aku dengan senang hati menyediakan telinga mendengarkannya lagi.

Tak sulit membuat ibu mertuaku senang. Cukup duduk manis didekatnya mendengarkan, tersenyum, mengangguk-angguk, sesekali menyahuti kisahnya dengan kata kata seruan semacam

"Oh, begitu..😊

"Oh ya?"😳

"Wah, keren ya Bu..😃

"Hebat sekali, kok Ibu bisa begitu?"

Lalu Ikut terharu ketika kisahnya sedih. 

Ikut tertawa ketika dia tertawa.

Ibu senang, aku senang.

Mudah kaan?😍😍

Sejak awal menikah aku sudah menetapkan diri untuk mencintai kedua mertua dengan cinta yang sama sebagaimana aku mencintai Mami dan Papiku. 

Hal ini sangat membantu aku menentukan state (kondisi emosi) dalam bersikap saat berinteraksi dengan mertua. Aku merasa nyaman terhadap mereka, tidak canggung ketika ngobrol dan beraktivitas bareng. Santai dan relax sama seperti berinteraksi dengan Mami dan Papi. Mungkin ini juga yang membuat kedua mertuaku memperlakukan aku seperti anak kandungnya.

Aku tak pernah cemburu pada mertuaku, ketika si Akang memperlakukan ayah ibunya dengan perlakuan istimewa. Kenapa harus cemburu? Bukankah memang diperintahkan dalam agama untuk memuliakan orangtua?

Aku tak keberatan ketika Akang membelikan orangtuanya barang-barang apa pun untuk menyenangkan mereka. Karena aku yakin, rezeki yang dibelanjakan di jalanNya apalagi untuk menyenangkan orangtua, akan mendatangkan keberkahan.

Tak ada alasan tak suka pada mertua. Karena aku sadar betul, sungguh besar jasa kedua mertuaku. Akang bisa sukses seperti sekarang, bisa menunjukkan tanggung jawab sebagai suami dan ayah anak-anakku, memberikan penghidupan layak dan nyaman untuk anak istrinya, tak lepas karena hasil didikan, pengorbanan, jerih payah dan doa mustajab kedua mertuaku. 

Aku tak mau jadi menantu durhaka. Lagi pula aku percaya, menanam kebaikan akan berbuah kebaikan. Berbuat baik pada mertua, membuat mereka pun merespon hal yang sama.

Aku teringat ketika anak-anakku masih kecil , kami masih tinggal di Palembang. Anin usia 6 tahun, Dea,

4 tahun, dan Rafif 1 tahun. Hari itu, tiba-tiba assisten rumah tanggaku pulang kampung, tanpa ancang-ancang mendadak berhenti kerja. 

Ibu menelponku. 

"Ya Allah Dewii.. gimanaaa ngurus anak 3 nggak ada yang bantu?!" Suara Ibu terdengar panik. 

Aku jawab dengan santai.

"Gak apa-apa Bu.. Bisa kok." 

Padahal aku sebenarnya panik juga😁😁

Tak lama kemudian, terdengar suara pintu rumahku diketuk. Saat kubuka, tampaklah Ibu dan Babe, ayah mertuaku, berdiri di depan pintu, menenteng tas besar. 

"Ibu dan Babe mau nginep di sini. " Ujarnya.

Sesaat kemudian, aku melongo takjub. Kulihat Babe mencuci segunung cucian piring di dapur, sementara Ibu menyapu dan mengepel lantai. Ketika itu mata ibu masih sehat. 

"Babe, Ibu.. gak usah nyuci, gak usah nyapu.. Biar Dewi aja.." Aku berseru panik.

Sungguh hatiku tak tega membiarkan Ibu dan Babe mengerjakan pekerjaan rumah. Aku tak mau menyusahkan mereka.

Tapi Ibu dan Babe tak bergeming. 

"Sudah biar saja! Ibu gak tega melihat Dewi ngurus 3 anak kecil , gak ada yang bantuin. Sana urus anak-anak saja!" 

Duuuh... menantu mana yang hatinya tak meleleh 💖❤ . Terharuuuu😭melihat kelakuan mertua yang modelnya begini😍😍😍. Padahal, dulu ibu mampu mengurus 4 orang anaknya yang masih kecil kecil, tanpa assisten. Namun dia paham, menantunya berbeda, dan dengan tulus menunjukkan betapa dia perduli dan sayang padaku.❤

Alhamdulillah aku segera dapat assisten rumah tangga lagi, sehingga Babe dan Ibu bisa tersenyum lega.

Sungguh, tak ada ruginya sama sekali berbaik-baik pada mertua.

Ketika aku sebel sama kelakuan si Akang, aku bisa dengan santai mengadukannya pada mertuaku. Apakah mereka membela anak kandungnya? Oh tidaaak, sodara-sodara🤣🤣 Mereka sangat objektif. Sudah bisa ditebak apa yang terjadi kaan? 

Akang terduduk pasrah tertunduk-tunduk diomeli Ibu habis-habisan, kemudian dijejali nasehat-nasehat oleh Babe. Sementara aku duduk santai berkipas-kipas, nyengir puasss😏 berkata dalam hati.

"Tuh kaaan... kena marah kaan..rasaiiin😜 Kapoook... huahahaha🤣🤣🤣"

"Ting!!"

Suara timer mesin cuci ibu membuyarkan lamunanku. 

Ibu masih melanjutkan ceritanya, ke bagian penutup. Doa.

"Karena itulah Ibu selalu berdoa, Ya Allah berikanlah kehidupan yang lapang, rezeki yang berlimpah buat anak, menantu, cucu Ibu. Jangan sampai anak cucu ibu susah. Ibu juga berdoa, anak-anak ibu dapat istri dan suami yang terrrbaiik. Dewi itu yang terbaik buat Jajak (si Akang dipanggil Jajak oleh Ibu😁).Allah nggak mungkin salah memberi jodoh.Semoga rumah tangga kalian langgeng diberkahi Allah.."

Bayangkan bagaimana perasaan seorang menantu mendengar doa Ibu mertua yang seperti itu. Mengharu biruuu..bikin mataku berkaca-kaca😢 Untung Ibu gak lihat😎

Mencuci bareng ibu dengan mesin cuci Akari selalu menjadi momen berharga buatku.

Semoga Ibu dan Babe sehat terus yaa..Terimakasih sudah demikian baik pada menantumu.

Semoga Allah melimpahkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat buat Ibu dan Babe.

Duuh... begini ya nulis sambil menangis haru😭


Yuk mari sayangi mertua dan orangtua kita💖💖 Inshaa Allah berkah buat kita.

Tidak ada komentar: