Selasa, 10 April 2018

LONG DISTANCE RELATIONSHIP DAN RAHASIA MENGAJAK SUAMI AKTIF BERMAIN DENGAN ANAK



Seri Tanya Jawab Enlightening Parenting
Nara Sumber : Okina Fitriani dan Ronny Gunarto

 Seorang istri menjalani Long Distance Relationship (LDR) dengan suaminya  karena suami bekerja  jauh dari tempat tinggalnya. Sang istri  mengeluh tentang cara mengajak suami aktif bermain dengan anak saat suami berada di rumah.

Berikut ini  tips dari Mas Ronny Gunarto dan Mbak Okina Fitriani yang disarikan dari materi “KOMUNIKASI SUAMI ISTRI “ yang disampaikan dalam  Enlightening Parenting Training,  Surabaya 7-8 April 2018.


Tanya : Saya  dan suami  menjalani LDR. Kami punya anak usia 3 tahun. Saat suami jauh, selalu saya yang menghubungi dia dengan video call supaya bisa ngobrol dengan anak. Lalu ketika suami pulang, dia kurang aktif bermain dengan anak.  Bagaimana sebaiknya, apakah saya harus ikut suami, atau biarlah seperti ini keadaannya, dan apakah meski LDR hubungan kami bisa tetap baik juga?


Jawab (Ronny Gunarto ) : LDR memang lebih challenging daripada hubungan biasa. Sebaiknya LDR itu memiliki target. Misalnya sepasang suami istri sepakat untuk hidup berjauhan selama sekian tahun atau sekian bulan, atau berapa lama pun.  Tapi dengan target bahwa suatu hari mereka akan menetap dan berkumpul sebagai satu keluarga.  Kemudian, suami istri harus membicarakan dan punya kesepakatan tentang peran  suami ketika hadir ditengah-tengah keluarga. Misalnya saja bila suami bekerja di oil and gas yang jadwalnya 28 hari bekerja dan 28 hari libur. Nah saat libur selama 28 hari itu, jangan sampai suami  maunya hanya tidur-tiduran saja di rumah, tidak menjalankan perannya sebagai ayah.  Suami-istri harus punya rencana. Kapan akan berkumpul kembali, dan ketika suami ada di rumah, apa saja kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan sang suami ketika dia berperan sebagai seorang ayah.  Buatlah peran ayah yang maksimum disaat-saat bersama untuk mengganti intensitas waktu saat jauh dari anak.

Saya sharing sedikit pengalaman. Saya pernah LDR  selama 8 bulan. Terkadang LDR itu malah bagus lho. Jadi ketika saya LDR karena bekerja di Saudi Arabia,  saat pulang, saya melihat anak saya kok lebih baik ya? Lebih sopan, lebih menghargai, lebih ceria, dan lain-lain.  Ternyata mungkin ketika saya ada, saya kurang memberi efek yang lebih baik.Setelah berbincang dengan istri, saya paham dan saya mendukung pola pengasuhan yang sudah dirintis oleh istri saya, dan saya bersedia untuk mengambil peran bersama-sama istri meneruskan pola asuh yang  baik itu.

Jawab (Okina Fitriani ) : Betul apa yang dikatakan Mas Ronny. Kadang LDR itu adalah kesempatan   istri untuk membuktikan pada suami bahwa sang istri sudah melakukan hal yang benar. 

Siapa sih di dunia ini yang mau dikasih “ kue” yang gak enak? Kalau suami pulang, lalu dilapori “Itu lho, anakmu itu lho, nakal! Anakmu begini, anakmu begitu.” Sambil mukanya cemberut-cemberut. Mengeluh terus soal anak. Itu sama saja memberi suami kue yang nggak enak.  Kira-kira mau nggak suami? Ya mana maulah. Kalau istri terus-terusan mengeluh, jangan-jangan untuk pulang ke rumah saja suami jadi malas. Karena merasa bahwa “Ah, sebentar lagi bakal dapat kue yang nggak enak.”

Maka tugas istri menjadikan kue itu enak banget. Biar suami ngiler. Biar suami ngences-ngences. Coba kalau istri bilang,” Asyik banget lho main sama anak-anak.Wiiih...seruuuu!” Apalagi kalau dilihatnya anak berperilaku baik, maka suami akan berpikir “Aku kok nggak diajak main?” Lalu malah suami yang ingin,  lalu berkata pada anak-anak. “Yuk main sama Ayah yuuk!” Begitu triknya.

Trik selanjutya.  Misalnya ada istri yang mengeluh. “ Suami saya kok nggak mau berperan dalam pengasuhan saat berada di rumah.”

Saat suami jauh, sepakati dulu rencana-rencana yang akan dilakukan suami ketika  nanti bersama anak. Saat dia datang, dia pasti lelah karena perjalanan yang jauh misalnya. Caranya kasih dulu, baru minta. Dalam ilmu persuasi namanya pacing, pacing, pacing, lalu leading.

Kasih dulu. Penuhi dulu tangki cintanya.  Suami disenang-senangin dulu, kasih makan , kasih minum, dipijitin dulu, dielus-elus dulu, facial-facial,  suruh bobok  manis dulu. Sudah segar, baru ajak main  dengan anak.  Jangan terbalik, minta-minta baru kasih. Yang benar itu kasih, kasih, kasih dulu  baru minta.

Kuncinya adalah rendah hati. Menjadi istri itu rendah hati. Mungkin istri ilmunya banyak. Mungkin istri lebih paham tentang ilmu parenting daripada suami. Tapi nggak usah kepinteran. Jangan  bicara  begini pada suami,

“Begini lho tak kasih tau. Kamu Salah! Teori parentingnya itu begini!”

Atau

“Tu kaan.. Kalau kamu nggak ada, anakmu malah jadi sopan kaan?”

Jangan lakukan hal itu.  Rendah hatilah sebagai istri. Harusnya yang dilakukan istri adalah berterimakasih. Katakan pada suami seperti ini,

“Terimakasih lho sudah memberi ruang kepadaku untuk mengevaluasi apa yang keliru pada anak-anak. Ini sudah mulai kubangun, sudah ada hasilnya. Tinggal kita teruskan yuk, kita sama-sama..”

Jangan lupa mengapresiasi apa pun peran ayah yang sudah dilakukan suami. Pria itu  kalau  makin dihargai akan juga  makin menghargai istrinya.

5 komentar:

Tira Soekardi mengatakan...

wah salut deh buat pejuang LDR, waktu yg sedikit harus dimanfaatkan ya buat pasangan maupun anak ya

Bunda Erysha (yenisovia.com) mengatakan...

Wah ilmu bangetttt ini. Terima kasih. Bener banget jadi istri itu harus rendah hati ya. Kalau mau merubah suami harus ambil hatinya dulu ya. Bikin dia nyaman dulu baru kita masukin pesan kita. ☺️

Rininta Mahda mengatakan...

mba iwed.. saya berasa di dalam kelas lagi hehehe.. bagus banget mengcapture materi ini dalam tulisan.. saya lgsg inget waktu pak Ronny dan bu okina menyampaikannya di kelas.. plek ketiplek bgt. terima kasih

intan latyf mengatakan...

Idem sama mbak Ninta ^^

Nggak terasa hampir 1 jam saya "main" di blog mb Iwed, berasa sedang di-charge ulang. Terima kasih mb Iwed.

Viedyana mengatakan...

Sukaaaa dengan paragraf terakhir...salam kenal ya mbak