Senin, 23 Juni 2014

Kentut Membawa Nikmat


Kala itu aku masih duduk di kelas tiga  sebuah SMP negri di Palembang. Hari itu adalah hari pertama ujian EBTANAS (Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional). Aku kebagian duduk di barisan terdepan. Suasana kelas sepi, tenang. Semua siswa sedang mengerjakan soal-soal ujian. Ada yang terlihat sangat tegang, ada yang gelisah, ada yang tampak tak perduli , tapi ada juga yang  sangat menikmati soal-soal yang tercetak di dua lembar kertas berukuran folio itu. Dua orang guru yang bertugas mengawasi jalannya ujian di kelas, mondar-mandir dengan wajah yang bengis dan kaku. Mereka mengedarkan pandangan mata yang tajam ke seluruh penjuru kelas, memastikan bahwa semua berjalan dengan tertib, tak ada siswa yang mencontek atau berbuat curang.

Aku tenggelam dalam keasyikan mengerjakan soal. Sekitar setengah jam sebelum waktu ujian berakhir untuk mata pelajaran pertama, keasyikanku terusik oleh rasa tak enak di perut. Mules, seperti ada gas yang berputar-putar, dan memberontak di dalam rongga perutku. Wah, ini pasti gara-gara sarapan rujak buah tadi. Mamiku sudah mengingatkan  untuk tidak menyantap rujak manis asam dan pedas itu, karena bisa bikin sakit perut kalau dimakan pagi-pagi. Tapi karena rasanya yang sedap,  masih saja aku lahap rujak itu sampe habis satu mangkuk. Kerakusan yang mengundang bencana..

Aku berusaha menahan rasa mulas itu, dan tetap saja melanjutkan mengerjakan soal. Tapi makin ditahan, rasa itu makin menggangguku, menyiksa sekali. Entah ketololan apa yang merasukiku, sehingga aku tidak cepat mengambil tindakan, padahal alarm tanda bahaya sudah meraung-raung di benakku. Seharusnya aku cepat-cepat minta izin ke luar kelas, kemudian lari dengan kecepatan penuh ke toilet. “ Nanti juga hilang sendiri.” Begitu pikirku. Dengan bodohnya aku membiarkan menit demi menit berlalu, hingga akhirnya aku benar-benar tak tahan. Aku tau aku akan buang angin, dan pasti bunyinya “dahsyat”. Untuk minta izin keluar kelas, sudah terlambat, karena sedikit saja aku bergerak, pasti si angin langsung “ meledak”.

Ketegangan menyelimutiku, seperti menghadapi angka-angka digital yang terpasang di bom yang siap meledak, angka-angka yang bergerak mundur, detik demi detik menuju nol. Otakku bekerja, tepatnya, dipaksa bekerja.

Aku punya rencana. Aku akan menjatuhkan kotak pensilku yang besar, yang terbuat dari bahan kaleng, sehingga bunyinya yang nyaring akan menutupi bunyi dahsyat yang akan aku ledakkan dalam waktu bersamaan. Sudah tidak ada waktu lagi, akupun melaksanakannya. Di tengah-tengah suasana tenang dan sepi itu, “ Klontang!!!” nyaring sekali bunyi kotak pensilku memecah kesunyian, mengundang reaksi seantero kelas, semua mata tertuju padaku. Lalu…” Prooot ...prot… prot.. prooot..” Astaga! Rencanaku gagal total. Bunyi kotak pensil dan ledakan itu ternyata tidak kompak!

Oh Tuhan, jadilah aku bahan tertawaan teman-teman dan guru pada hari itu, dan juga hari-hari selanjutnya. Suasana kelas yang tadinya sepi dan tenang berubah riuh karena tawa. Sebagian dari mereka sampai terpingkal-pingkal. Yang lainnya menutup mulutnya dengan tangan, tapi tubuh mereka bergetar hebat akibat tawa yang tak tertahankan. Aku mengkerut, menundukkan kepala. Kalau  bisa, ingin rasanya menenggelamkan diri ke perut bumi. Entah bagaimana tampangku saat itu, pasti seperti kepiting rebus, merah dan konyol ! Hancurlah reputasiku, sebagai murid perempuan yang manis dan santun.

Tapi rasa malu itu membakar semangatku. Aku jadi belajar mati-matian, aku ingin menebus rasa malu ini dengan nilai yang bagus. Tiada sedikit waktupun kusia-siakan, sejak pulang sekolah hari itu,untuk hal lain selain belajar. Aku makan sambil membaca buku. Aku berbaring di kamar sambil berlatih mengerjakan soal. Aku ke kamar mandi membawa catatan pelajaran. Tiap kali peristiwa memalukan itu terbayang, aku benamkan mataku di buku-buku pelajaran. Aku tertidur di tumpukan buku, untuk kemudian terbangun dan belajar lagi.

Soal-soal ujian di hari-hari berikutnya aku lalap habis, tanpa kesulitan. Semangatku semakin membara, disulut oleh ejekan teman-temanku yang menirukan bunyi kentut tiap aku lewat di dekat mereka.

Pada saat hasil ujian EBTANAS diumumkan, semua murid dan guru berkumpul di lapangan. Setelah sambutan dari kepala sekolah, tiba-tiba namaku disebut, dan aku di daulat berdiri ditengah lapangan, disalami oleh kepala sekolah dan guru-guru karena aku menjadi juara umum dengan NEM ( Nilai Ebtanas Murni ) tertinggi di sekolahku. Tak ada rasa malu, tak ada lagi ejekan dari teman-temanku . Ha..ha..puas sekali rasanya, sudah membuktikan bahwa si konyol ini bisa juga berprestasi. Itu namanya kentut membawa nikmat!



13 komentar:

HM Zwan mengatakan...

hahahaha...kebayang gimana hebohnya satu kelas dengar suara kentut:)

Terdaftar!!
Terima kasih sudah berpartisipasi di GA Silly Moment, happy blogging ^^
salam

Juliana Dewi Kartikawati mengatakan...

@HM Zwan. Terimakasih, Mbak

Tatit mengatakan...

hahahaha...pasti mukanya kayak kepiting rebus tuh Lucuu...mbak semoga menang ya

Juliana Dewi Kartikawati mengatakan...

@Mbak Tatit : Aamiin... Terimakasih, Mbak

Lidya mengatakan...

Salam kenal juga ya mbak, makasih udah berkunjung. Malu ya waktu kedengeran kentut. Aku kalau di toilet umum juga suka menahan suara supaya gak kencang terdengar yg lain

Nunu mengatakan...

Mbak harusnya latihan dulu ya biar kompak tuh. Hahhahaha

Juliana Dewi Kartikawati mengatakan...

mbak Nunu...selain latihan harus ikut kursus juga, mbak. hihihi...

Juliana Dewi Kartikawati mengatakan...

Hehehe...kentut itu bikin malu padahal manusiawi ya..

Rohyati Sofjan mengatakan...

Jadi ingat pengalaman sendiri kala kentut di dalam bus DAMRI yang penuh sesak pada suatu senja.Bunyi dan aromanya amboi banget! Padahal perjalanan masih lama.
Cerita lucu, Mak. Semoga menang GA-nya, ya. Salam kenal. Ini kunjungan pertama saya. :)

Juliana Dewi Kartikawati mengatakan...

@Mak Rohyati Sofyan, salam kenal juga. Terimakasih kunjungannya ya. Kentut itu manusiawi tapi kalau disaat dan tempat yg salah bisa bikin malu ya...hihihi

Richo A. Nogroho mengatakan...

Waaaah, jadi ingat cerita yang hampir sama, mbak. tapi saya ketika itu kelas empat. juga pernah kentut, tapi gak sengaja. soalnya nggak terfikirkan sebelumnya. pas pindah posisi, eh (maaf) kentut, hhaha. habis dah, malu juga :D. sehabis pelajaran dan pulang, biasanya kami pamit sambil cium tangan ibu Guru (bu Kus saat itu), tapi saya nyelonong saja, malu soalnya. hihi. *eh, curhat :D

Juliana Dewi Kartikawati mengatakan...

@Richoku hihihi...kentut emang bikin malu ya. Terimakasih sudah berkunjung

Agus Mulyadi mengatakan...

Hahahaha, butuh kentut dulu sebelum menorehkan prestasi.