Laman

Sabtu, 25 Desember 2010

JALAN JALAN KE GARUT







Salah seorang teman merekomendasikan Garut- Jawa Barat menjadi salah satu tempat tujuan wisata. Dia menceritakan sepintas tentang indahnya Garut. Saat itu aku belum begitu tertarik. Tapi saat melihat foto-foto liburannya yang diposting di Facebook, aku mulai tertarik. Segera saja aku browsing mencari data lebih banyak tentang Garut.


Teman yang lain kemudian memberiku brosur-brosur hotel di Garut. Ada dua hotel menarik, yaitu Danau Dariza hotel and resort dan Kampung Sumber Alam. Lalu kami memesan hotel via telepon, karena sudah masuk masa liburan, hampir saja kami tidak kebagian tempat. Kampung Sumber Alam ternyata sudah penuh. Untung saja kami masih dapat tempat di Danau Dariza hotel.
Setelah packing dan mempersiapkan segala keperluan, dengan berbekal brosur hotel yang dilengkapi dengan peta menuju lokasi , kamipun berangkat. Untuk menghindari macet, kami memilih berangkat ke Garut hari Rabu. Dari Bogor jam 9 pagi. Udara cerah dan jalanpun lancar, tidak macet. Kami memilih berangkat melalui tol cipularang. Sepanjang jalan menuju Garut pemandangan cantik bukit, lembah dan pegunungan memanjakan penglihatan kami. Tanpa terasa 3,5 jam perjalanan kami lalui dengan riang. Meskipun sempat bertanya-tanya arah mana yang harus kami tempuh, kamipun tiba di daerah Cipanas kecamatan Tarogong Kaler,Garut, tanpa kesulitan. Rafif,anak bungsuku sempat muntah dan pucat wajahnya, sehingga kami memutuskan mampir ke sebuah rumah makan dulu.
NASI LIWET DI CANGKUANG KURING RESTAURANT

Sebuah rumah makan di pinggir jalan menarik perhatian kami. Namanya “Cangkuang Kuring”. Menu yang ditawarkan salah satu nya adalah nasi liwet. Rumah makan ini menawarkan makan di saung-saung dengan pemandangan sawah dan gunung.
Rafif dan Dea langsung berlari ke ayunan yang tersedia disana. Wajah pucat rafif tak tampak lagi. Dia tertawa-tawa mengayun tubuhnya di ayunan.
Saatnya memesan makanan. Ada cukup banyak pilihan menu, semuanya masakan sunda dan Indonesia. Misalnya gurame goreng dan bakar, nasi liwet, sop buntut, ayam goreng –ayam panggang,nasi tug tug oncom,dan lain-lain. Kami memesan 2 porsi Sop buntut, 3 porsi nasi putih,2 paket nasi liwet, ayam bakar bambu dan teh manis. Anak-anak makan dengan lahapnya. Masakannya enak juga. Nasi liwetnya sedap, kami lahap sampai kerak-keraknya. Ha..ha...
DANAU DARIZA HOTEL AND RESORT
Setelah makan, kami melanjutkan perjalanan menuju hotel. Di daerah Cipanas ini, ada banyak sekali hotel-hotel. Ada yang besar dan banyak pula yang kecil. Rata-rata hotel menawarkan pemandian air panas, tak heran karena di Cipanas ini ada sumber air panas alami dari gunung yang dimanfaatkan hotel-hotel untuk memanjakan pengunjungnya.
Dari hasil pengamatanku, kelihatan sekali perbedaan hotel besar dan hotel kecil. Kebanyakan hotel besar yang terlihat dari bangunan yang megah dan luas, sementara hotel-hotel kecil bangunannya lebih sederhana, bahkan ada yang lokasinya masuk gang kecil. Rata-rata hotel besar seperti Kampung Sumber Alam, Danau Dariza, Tirta Gangga, dan Sabda Alam sudah” mengiklankan diri” di internet. Sehingga pengunjung dari luar kota bisa mengetahui dan memesan hotel via internet ataupun telepon. Tak heran, didepan hotel-hotel besar tertera tulisan “ KAMAR PENUH” atau “ MAAF KAMAR PENUH” . Sementara hotel-hotel kecil tidak demikian. Di depan hotel-hotel kecil tertera tulisan “KOSONG”, bahkan ada petugas-petugas khusus yang berdiri di depan hotel-hotel kecil tersebut yang tugasnya menawarkan kepada setiap mobil yang lewat untuk menginap di hotel mereka.” Mari,Pak.. silahkan ke hotel kami, fasilitas lengkap harga murah...” begitu kata mereka. Jadi seandainya ada pengunjung yang datang ke Garut tanpa memesan hotel lebih dahulu, tak perlu khawatir, karena hotel-hotel kecil yang banyak itu bisa menampung mereka.
Saat tiba di Danau Dariza hotel and resort, yang terletak di Jl. Raya Cipanas Tarogong Kaler Garut, kami disambut pemandangan cukup unik, bangunan lobby hotel berbentuk rumah adat Toraja, lengkap dengan kepala sapi di atasnya. Kamar-kamar yang disediakan juga berbentuk rumah –rumah adat. Ada rumah adat Padang, Batak, Sunda, Nusa Tenggara Timur, Bali dll. Semuanya didirikan menghadap danau buatan. Setiap kamar dilengkapi dengan perahu, sehingga bisa digunakan untuk berperahu di danau itu.

Setelah check in, kami istirahat sebentar di kamar. Tapi anak-anak tak sabar untuk segera naik perahu. Jadilah suamiku dan anak2 keliling danau dengan perahu,sementara aku jadi juru foto. Di danau itu ada banyak ikan-ikan yang besar ukurannya. Kebanyakan jenisnya ikan emas. Ikan-ikan itu mendekat dan berkumpul didekat tangga teras. Ketika anak-anak menebarkan kacang, kerumunan ikan itu berebut makanan. Ikan-ikan itu tampaknya sudah jinak, hingga Dea dan Rafif bisa “menyuapi” ikan-ikan itu dengan kacang!. Sungguh pengalaman yang unik.
Sayangnya cuaca kurang bersahabat. Sore itu hujan turun. Anak-anak yang mudah bosan, mulai tak sabar. Akhirnya ditengah hujan kami berjalan menuju kolam renang. Ada dua kolam renang tersedia di hotel ini, satu kolam berisi air dingin dan satu kolam lagi berisi air panas alami. Meskipun hujan dan dingin, banyak pengunjung hotel ini berenang dan berendam di kolam air panas. Karena sudah terlalu sore, anak-anak memilih main bola air saja. Selain bola air, ada juga permainan anak-anak yang lain seperti flying fox, tapi karena hujan anak-anak tidak bisa melakukannya.
Saat melewati pintu keluar-masuk kolam renang, Dea mencium bau sedap pastry. Rupanya ada toko kecil yang menjual croissant disana. Perutnya jadi lapar. Diapun membeli beberapa potong croissant alias roti “kopong” , begitulah istilah yang dipakai Dea. Harganya Rp. 5000,- per piece.Rasanya cukup lezat, aroma croissant itu sungguh mengundang selera.
Malamnya kami keluar hotel mencari tempat makan. Karena anak-anak ingin makan mie, maka kami makan di Mie Bakso Alladin.
Besok paginya, aku dan anak-anak mencoba sepeda air. Anin dan Dea semangat mengayuh sepeda air keliling danau. Setelah puas, anak-anak langsung berenang sampai hari beranjak siang.

SALAH PILIH
Makan siang kali ini kami mencoba-coba memilih restaurant yang ada di sepanjang jalan utama di Garut. Sebenarnya ingin makan di tempat yang direkomendasikan oleh teman, tapi karena harus memutar arah dulu dan agak jauh tempatnya, kami jadi enggan. Akhirnya pilihan pun jatuh ke sebuah rumah makan dengan slogan “ Makan di saung di atas air” kami pun mampir ke restaurant itu. Sebenarnya tempatnya lumayan, di pinggir jalan utama,ada saung-saung diatas air dengan ikan-ikan besar berenang kian kemari, ada latar belakang rumah-rumah kayu yang tampak sendu, tapi suasananya sunyi mencekam. Tak ada pengunjung lain selain kami.
Lalu kami memesan makanan. Seperti rumah makan sunda lainnya, menupun hampir sama. Kami memesan nasi putih,karedok, sayur asem, ayam panggang, cumi goreng tepung, jus alpokat, jus sirsak susu dan teh.
Setelah agak lama menunggu, pesananpun datang. Aku mencicipi masakan-masakan itu. Sayangnya rasanya kurang enak. Ada yang keasinan, ada yang kurang bumbu alias hambar, ada yang rasanya “nyeleneh”, bahkan ada yang pahit. Ho...ho... pantas saja tak ada pengunjung lain mampir disini. Tapi karena lapar, kami nikmati saja semuanya, kenyangnya sama kok!..hi..hi..
Saat membayar di kasir, aku melihat pelayan-pelayan di restaurant ini duduk-duduk, termangu menanti pengunjung. Suasananya muram. Dalam hati aku kasihan juga pada mereka, kalau terus sepi seperti ini, bisa-bisa mereka kehilangan pekerjaan karena restaurantnya tutup. Mungkin seharusnya mereke mengganti Chef-nya dengan yang lebih handal?
DODOL GARUT
Acara kali ini adalah keliling-keliling kota Garut. Kami berkeliling kota tanpa arah, belok kanan-belok kiri sesukanya, pokoknya jalan-jalan saja, menikmati kota kecil yang sejuk. Sempat melewati Masjid Agung Garut, sekolah-sekolah, kantor, dan pertokoan. Saat tiba di deretan toko yang menjual oleh-oleh, kami mampir. Sang pemilik toko menyambut kami dengan senyum sumringah. Kami dipersilakan masuk, dan boleh mencicipi berbagai macam dodol Garut.
Dulu, waktu aku kecil, aku sering diberi oleh-oleh dodol Garut sama saudara. Dodolnya didalam kotak, bermerk Picnic. Dodol dibungkus kertas, warna dodolnya coklat gelap, rasanya manis, aku tak begitu suka. Begitu terus, selalu dodol yang sama kalo dapat oleh-oleh dari Garut.
Tapi kali ini, ada banyak macam dodol yang disimpan di kotak etalase toko oleh-oleh itu. Berwarna-warni dan dengan bungkus yang bervariasi. Ada yang dibungkus plastik bening, ada juga yang dibungkus dengan kulit jagung “Ini dodol kentang, yang ini strawberry, yang itu mangga, lalu ini sirsak.” Kata sang pemilik toko. “ Masih ada lagi, ini yang enak sekali, dari kacang merah. Ada juga yang dibuat dari kacang hijau, dan ada juga dari ketan hitam.”
Asyik sekali aku dan anak-anak mencicipi dodol aneka rasa, benar-benar berbeda dari dodol yang dulu pernah aku makan. Dodol kentang enak rasanya, demikian juga dodol kacang hijau. Tapi aku paling suka dodol kacang merah. Harga dodol itu berbeda-beda, ada yang Rp. 18.000,- ada yang Rp. 20.000,-; Rp. 22.000,-; Rp 24.000,- sampai yang termahal Rp. 32.000,- perkilo-nya.
Setelah membeli dodol, kerupuk kulit, ting-ting kacang, bandrek, dan bajigur buat oleh-oleh kamipun kembali ke hotel.
WARJOK AMIGOS
Malam itu kami bingung mencari tempat makan. Anak-anak berkeras mau makan mie. Aku dan suami pengennya makan sate dan gule. Seingatku sepanjang jalan-jalan siang tadi di pusat kota Garut, tidak ada tempat makan sate dan gule yang juga menyediakan mie, dan juga tidak ada kedai mie yang sekaligus menjual sate dan gule. Jadi gimana doong?
Akhirnya kami putuskan untuk jalan-jalan saja dulu. Jalan kaki, tidak naik mobil, kami keluar hotel. Menikmati suasana malam yang dingin dengan udara pegunungan. Lampu-lampu hotel dan suara sayup sayup penyanyi dangdut nun jauh disana mengiringi langkah kami. Tak jauh dari hotel, ada warung kecil yang menjual jeruk, tampaknya segar sekali karena jeruk-jeruk yang dijual masih lengkap dengan daunnya seperti baru saja dipetik. Suamiku membeli satu kilo jeruk itu. Lalu kami jalan terus. Di sebuah sudut jalan, pandangan kami tertumbuk pada sebuah banner bertuliskan “ Sedia Sate Kambing, Gule dan Tongseng, Mie goreng, Mie Rebus, Soto,dll” ... Aha!!... aku dan suami saling berpandangan dan tertawa. Ho..ho... ternyata selera kami semua bisa disatukan di WARJOK AMIGOS alias WARung poJOK Agak Minggir GOt Sedikit. Ha..ha...Jadilah kami makan disana.
DOMBA GARUT

Pagi berikutnya, setelah sarapan di kamar, kami beres-beres dan packing barang-barang. Rencananya mau langsung check out dari hotel , jalan-jalan lagi dan siangnya langsung pulang ke Bogor. Anak-anak ikut mengunjal barang-barang ke mobil. Setelah semua urusan dengan hotel beres, kami bersiap berangkat. Tapi waktu memandang ke sudut samping halaman hotel yang hampir tersembunyi, mataku menatap seekor makhluk yang tampak mengagumkan. Badannya gagah dan tegap, bulunya putih bersih dan tanduk kokoh melingkar dengan anggunnya. Itulah “produk asli” Garut yang sesungguhnya: Domba Garut.

Suamiku yang suka melihat gagahnya sang domba langsung mendatangi tempat itu. Domba putih itu sedang dijemur, diikat dengan tali, dan diberi makan ampas kedelai. Saat kami mengagumi sang domba, seorang bapak yang ramah menghampiri kami. Kami diizinkan melihat-lihat ke dalam kandang dombanya.
Bapak itu bercerita tentang pemeliharaan domba, dan juga menunjukkan satu ekor domba unggulannya. Menurut dia domba itu sudah beberapa kali menang lomba adu domba yang sering diadakan setiap hari Sabtu dan Minggu. Domba yang gagah ini tentu berbeda dengan kambing atau domba jenis lainnya. Dari penampilan, berat tubuh dan harga, domba Garut memang lebih bagus. Sempat kami tanyakan harga domba yang masih kecil, atau domba anakan. Menurut bapak itu, yang kecilpun harganya sudah tinggi, bisa Rp. 2,5 sampai Rp. 3 juta. Kalau yang dewasa, apalagi yang sudah pernah memenangkan lomba adu domba, harganya bisa mengalahkan harga sapi, misalnya saja ada domba Garut yang harganya Rp. 30 juta. Wow...!
NAIK DELMAN

Setelah melihat domba, kami berangkat. Sekali-sekali kami berhenti di pinggir jalan untuk berfoto dengan latar belakang pemandangan cantik pegunungan di Garut. Di jalan daerah Cipanas itu banyak delman lalu lalang. Aku dan anak-anak memutuskan keliling Cipanas naik delman. Asyik juga jalan-jalan dengan delman. Udara sejuk, bunyi langkah kaki kuda dan pemandangan cantik di kiri-kanan jalan mengiringi kami. Sebenarnya jarak tempuh bisa lebih jauh bila kami kehendaki, tapi suamiku yang tak betah menunggu meminta kami segera melanjutkan perjalanan. Setelah anak-anakberfoto dengan kuda delman itu, kami melanjutkan jalan-jalan.
LAYANG-LAYANG PARASUT


Saat melintas di depan sebuah toko sovenir, Dea berteriak,” Itu layang-layang! Dea mau beli!” Kata si tomboy itu. Suamiku memarkir mobil dan kami turun melihat-lihat. Layang-layang itu berbentuk burung dengan bahan parasut. Kerangka dari bambu tipis dan bisa dilipat, bisa juga dicuci untuk digunakan lagi. Benang yang dipakai adalah benang kasur. Ada berbagai warna, merah, biru, hitam dan hijau. Harganya Rp. 16.000,- per buah. Selain layang-layang, toko itu juga menjual oleh-oleh dodol, makanan kecil , barang-barang etnik dari kayu seperti wayang, congklak, gendang kecil, pensil yang berbentuk boneka kayu dan lain-lain.Dea memilih layang-layang warna hitam, sementara Rafif memilih yang berwarna biru.
JAKET DAN TAS KULIT SUKAREGANG
Saat di hotel, kami sempat bertanya-tanya pada petugasnya, tentang kekhasan lain dari Garut selain dodol Garut-nya. Sang petugas hotel memberi tahu bahwa di Garut ada suatu tempat yang menjual barang-barang dari kulit asli, seperti jaket, sepatu, sandal, tas, dan sovenir. Pusat penjualan kerajinan kulit tersebut ada di daerah Sukaregang, yang terdapat di pusat kota Garut. Sang petugas hotel juga menjelaskan bahwa kami harus menuju pusat kota, lalu menyusuri Jl. Ahmad Yani.
Sukaregang itu rupanya terletak diujung Jl. Ahmad Yani. Disana banyak toko yang berderet, ada yang besar dan ada yang kecil, semua menjual barang-barang dari kulit.Dan, jadilah kami hari itu berburu jaket kulit. Suamiku yang hobi touring dengan motor besarnya, paling semangat mencari jaket yang cocok untuk dipakai saat touring. Anak-anak yang tak suka shopping, memilih menunggu di mobil.



Harga jaket kulit berkisar antara Rp. 700 ribu sampai jutaan, tergantung model, dan kualitas kulitnya. Sementara harga tas bervariasi, ada yang Rp. 250-ribuan, Rp. 350-ribu, Rp. 400 ribu dan seterusnya tergantung kualitas kulit dan modelnya. Akupun ikut melihat-lihat tas, dan sendal. Sayangnya, tak ada sendal dan sepatu yang membuatku tertarik. Akhirnya aku hanya membeli satu buah tas kulit warna hitam. Suamiku setelah melihat kesana-kemari akhirnya membeli satu buah jaket kulit berwarna coklat. “Model Soekarno”, begitu kata sang pemilik toko mengomentari jaket pilihan suamiku.
SAMBAL CIBIUK
Saat tiba waktu makan siang aku teringat teman yang merekomendasikan restaurant Cibiuk. Katanya kalo ke Garut, makannya di Cibiuk saja. Enaaak. Begitu katanya. Jadi tak mau coba-coba seperti hari sebelumnya, akhirnya kami mengikuti saran sang teman. Saat tiba di restaurant yang dimaksud, kami jadi agak ragu melihat banyaknya pengunjung. Penuh. Hampir saja kami tak kebagian tempat parkir.

Begitu memasuki ruangan, kami jadi bingung. Hampir tak ada tempat kosong. Padahal rumah makan itu besar sekali. Ada saung-saung yang banyak di bagian belakang, dan ruangan restaurantpun terbagi dua dan luas. Setelah menunggu beberapa saat akhirnya ada juga tempat yang kosong, kami langsung duduk. Tapi lagi-lagi bingung. Pelayan restaurant yang wara-wiri tampak “keteteran” melayani banyaknya pengunjung. Meski beberapa kali dipanggil, pelayan-pelayan itu Cuma bisa bilang,” Sebentar ya,Bu”. Weleh...weleh.... Akhirnya ada juga seorang pelayan menghampiri kami, membawa buku menu. Yang pertama kupesan adalah Sambalnya. Restaurant ini memasang slogan “RAJANYA SAMBAL”, jadi aku makin penasaran dengan Sambal Cibiuk yang katanya kesohor itu. Anin memesan sop buntut, Rafif memesan Sop Gurame, aku dan suami memesan nasi bakar komplit. Dea yang mengatuk memilih tidur saja di mobil, jadi makanannya dibungkus untuk dimakan nanti.

Lama menunggu akhirnya datang juga pesanan kami satu persatu. Suamiku yang sudah mulai emosi karena menunggu kelamaan jadi kurang bergairah makannya. Saat makanan sudah hampir habis, aku baru sadar kalo sambel yang bikin penasaran itu belum terhidang di meja. Aku panggil pelayannya dan mengingatkan pesananku: Sambel Cibiuk Hijau. Saat nasi sudah tinggal sedikit lagi, datang juga si sambel hijau itu. Dihidangkan diatas cobek kecil dilapisi daun pisang, penampilan sambel itu cukup menggoda. Potongan tomat hijau yang segar berbaur dengan sambel kecoklatan yang mungkin mengandung terasi, lalu ada sedikit potongan kemanginya. Langsung saja aku makan dengan dicocol tahu, tempe, dan ayam. Sedap juga... aku makan sampe licin tandas, sampai perut terasa panaaas... sh...shh...sh..shh...
Pelajaran yang diambil : Jangan memilih restaurant yang sangat sepi karena bisa jadi masakannya tidak sedap, dan jangan pula memilih restaurant yang sangaaat ramai, meskipun masakannya enak, karena menunggu terlalu lama bisa bikin emosi, akibatnya makanan tak lagi terasa enaknya. Ha...ha...ha.
Jalan-jalan kami kali ini sangat berkesan. Next time, rasanya masih ingin mengunjungi Garut lagi. Masih banyak tempat indah di Garut yang belum sempat kami kunjungi. Insya Allah nanti...

Sabtu, 11 Desember 2010

Rumah Air


Saat jogging di pagi hari dilingkungan Bogor Nirwana Residence, aku dan suami melihat satu area di dekat hotel Aston yang dibangun saung-saung. Saat itu aku penasaran, mau dibuat apa tempat itu. Beberapa saat kemudian, dari seorang teman aku dapat informasi bahwa tempat itu adalah Resto yang dilengkapi dengan tempat memancing, dan area permainan buat anak-anak.

Pada suatu kesempatan disaat ayah mertuaku dari Palembang sedang berkunjung ke Bogor, kami memutuskan makan malam di Rumah Air. Saat memasuki areal Rumah Air, aku terpesona dengan suasana nyamannya, bunyi gemericik air yang mengalir, dan lampu-lampu cantik yang seakan membentuk lukisan di malam hari. Para pelayan yang menyambut kami menanyakan apakah kami ingin duduk di ruangan Resto atau memilih duduk dan makan di saung. Segera saja kami memilih duduk di saung. Ada banyak saung-saung cantik diatas air. Ukuran saung-saung itupun berbeda. Ada yang besar dan ada yang kecil. Saung yang besar lebih cocok untuk pengunjung yang membawa rombongan yang banyak. Misalnya pengunjung yang sedang mengadakan reuni, acara kantor, dan sebagainya.

.




Angin pegunungan yang dingin bertiup menerpa kami sehingga kami makin merasa lapar.

Setelah memilih salah satu saung, kami memesan makanan. Menu yang disediakan adalah masakan Indonesia, terutama masakan sunda. Misalnya sop nila batok atau sop ikan nila yang disajikan di dalam batok kelapa muda. Lalu ada gurame goreng dan panggang, ayam goreng dan ayam panggang, sop iga, berbagai macam sate, sayur asem dan sebagainya.






Malam itu kami pesan nasi putih, sop nila batok, ayam panggang , sayur asem dan lalapan. Minumnya teh panas, sementara anak-anak memilih vanila milk shake. Dari menu yang dipesan, sop nila batok-nya terasa nikmat. Selain daging ikan nila, dimasukkan juga kelapa muda di dalam sop itu. Tapi sop itu kurang cocok disuguhkan untuk anak-anak, karena ada potongan cabe rawit yang pedas. Ayam panggangnya lumayan enak. Tapi anak-anak ternyata paling suka vanili milk shakenya.

Dua hari kemudian, karena masih penasaran, kami kembali makan di resto ini. Kali ini kami datang di sore hari menjelang malam. Kami ingin menikmati indahnya suasana sore dengan pemandangan Gunung Salak di Resto ini.

Suasana sore di Rumah Air tak kalah cantiknya dengan suasana malam. Gunung Salak yang biru, udara sejuk, pemandangan hotel Aston yang terletak disebelah lokasi Rumah air , saung-saung cantik, gemericik air dan tingkah ikan-ikan yang terkadang melompat di kolam dibawah saung menyatu menciptakan suasana yang nyaman. Sementara menunggu hidangan disajikan, kami menyempatkan diri berfoto-ria.



Kali ini kami memesan nasi putih, 3 porsi sate maranggi, sate ayam, ikan gurame goreng, sayur asem, lalapan, jeruk panas, dan vanila milk shake.



Untuk tempat bermain anak-anak, ada bola air, sepeda air, motor mini, areal pancing, dll. Anak-anakku sempat mencoba bola air, tapi tak sempat mencoba yang lain karena hujan gerimis turun, sehingga mereka harus cepat-cepat berteduh di saung. Untuk suasana makan yang nyaman, Rumah Air bisa dijadikan salah satu pilihan.

Selasa, 16 November 2010

Jalan-Jalan ke Kuntum Nursery







Setelah mengantar Rafif ke sekolah, seperti biasa aku berkumpul dengan teman-teman yang merupakan orang tua murid TK Ibnu Hajar, Masjid Raya Bogor. Bagiku berkumpul dengan sahabat-sahabatku sangat menyenangkan karena bisa bertukar cerita, pengalaman, resep masakan, info belanja, info pendidikan, dan segala hal yang menjadi urusan ibu rumah tangga.

Hari ini cuaca agak mendung, udara Bogor sejuk. Kami berbincang di bawah rindangnya pohon di halaman masjid. Obrolanpun mengalir, saat aku mengatakan ingin sekali menanam sirih dan lidah buaya, seorang sahabat menawarkan untuk berkunjung ke Kuntum Nursery di daerah Tajur, Bogor.

Karena masih pagi dan kami masih punya waktu sementara menunggu anak-anak pulang sekolah, maka aku dan sahabat-sahabat memutuskan pergi kesana. Kebetulan aku belum pernah mengunjungi tempat itu.

Dipandu para sahabat, kamipun berangkat. Dari jalan Padjajaran Bogor terus kearah Tajur. Kuntum Nursery letaknya di sebelah kanan jalan. Memasuki areal parkirnya, kami sudah bisa merasakan kesejukan tempat itu. Di sebelah kanan ada toko kecil yang menjual bibit-bibit tanaman, madu, obat herbal, jamu, pot-pot bunga, kompos, media tanam, pupuk dan lain-lain.


Ada jalan kecil dari depan toko menuju ke belakang areal nursery itu. Ketika kami melaluinya, pemandangan hijau dari tanaman2 yang diatur di pot maupun di kantung plastik menyambut kami. Ada toko kecil yang unik bernama “ Cemal Cemil”. Ketika kami masuk, disana ada mainan-mainan kecil dari kayu seperti mainan zaman kami kecil tertata di tampah- tampah. Ada kitiran kayu, gendang kayu, bola bekel, prajurit- prajurit kecil dari plastik, gamelan kecil dan lain-lain. Lalu ada juga makanan-makanan kecil yang sering ditemui saat kami kecil. Ada brem atau sari tape, permen jahe, biskuit dengan gula warna-warni diatasnya, coklat, dan lain-lain. Aku tertarik membeli brem, harganya Rp. 5000,- satu kotaknya. Waktu kecil aku suka sekali menikmati brem yang langsung lumer saat dimasukkan ke mulut.


Kami melanjutkan melihat-lihat. Kali ini masuk ke sejenis rumah kaca, yang dipenuhi tumbuhan dalam pot. Setelah itu ada satu rumah kaca lagi yang isinya tanaman-tanaman kecil seperti beraneka kaktus. Lalu ada jembatan kecil dan sebuah bangunan kayu artistik yang di depannya ada kolam ikan.

Kolam ikan itu dipenuhi ikan-ikan cantik jenis Koi dan Ikan mas koki. Seolah mengerti, rombongan ikan itu mendekati kami mengharap kami melemparkan makanan. Di bangunan kayu artistik itu, terdapat perabot, furniture dan pernak-pernik rumah tangga dari kayu dan batu. Ada juga makanan ikan dijual dengan harga Rp. 2000,- satu kantung plastik kecil. Jadi pengunjung bisa membeli makanan ikan itu dengan menaburkan di kolam ikan. Saat ditaburkan, ikan-ikan di kolam itu semakin ramai berebut makanan sampai mulut mereka menganga. Lucu sekali melihatnya!

Ada satu kolam lagi dibagian belakang bagunan. Kolam itu berisi ikan-ikan kecil Garra Rufa yang biasa digunakan untuk terapi Fish SPA. Bila kaki pengunjung dimasukkan ke kolam itu, maka ikan-ikan kecil tersebut akan memakan kulit-kulit mati yang terdapat pada kaki. Tarif untuk melakukan Fish Spa adalah Rp. 25.000,- per 20 menit terapi.

Perabot-perabot yang dijual bermacam-macam. Ada kursi dan meja tamu, kursi dan meja makan, laci-laci unik, meja konsol dengan cerminnya, rak kayu, lemari, piring buah dari kayu, kotak-kotak kayu, centong nasi dan sodet kayu. Ada pula rehal Al Qur-an dari kayu, pigura, tempat lilin, mangkuk dan pernik-pernik dari batu.

Aku membeli rehal Alquran dari kayu yang diberi warna gelap. Harganya Rp. 60.000,- Lalu satu set centong, dan sodet kayu terdiri dari 3 buah seharga Rp. 7000,-.
Di sebelah kiri jalan masuk terdapat kolam ikan yang ikannya bisa dipancing. Pengunjung boleh memancing ikan di kolam itu. Hasil pancingannya seharga Rp. 30.000,- per kg. Di samping kolam ikan ada stand makanan yang disebut Teras Air. Sayangnya pada saat kami datang, tempat itu belum buka.

Sambil duduk di tepi kolam ikan kami ngobrol santai. Ingin sekali aku datang kembali ke tempat ini bersama suami dan anak-anakku. Rafif pasti senang sekali melihat ikan-ikan di kolam itu.

Saat tiba waktunya pulang, aku menyempatkan membeli tanaman sirih dan lidah buaya, beserta pot dan media tanamnya.

Hari ini bertambah lagi pengetahuanku tentang tempat di Bogor yang menarik untuk dikunjungi.

Sabtu, 20 Maret 2010

Bersepeda Pagi dan Hikmahnya




Suatu pagi cerah di hari Sabtu, aku bersepeda keliling cluster sendirian. Udara sejuk dan pemandangan cantik menambah semangatku mengayuh sepeda meskipun jalan agak menanjak. Jalan di lingkungan clusterku ini cukup ideal buat bersepeda, demikian juga jalan di luar cluster dalam lingkungan Bogor Nirwana Residence. Jalan yang mulus dan bervariasi dengan tanjakan dan turunan, disertai pemandangan rumah-rumah cantik yang tertata rapi di kiri kanan jalan lengkap dengan latar belakang gunung Salak dan gunung Pangrango yang indah ditambah dengan udara segar, menjadikan semangat bersepeda ataupun jogging makin tinggi.

Setelah setengah putaran jalan menanjak, selanjutnya setengah putaran jalan menurun. Hal ini mengingatkan aku pada filosofi kehidupan. Jalan yang menanjak membutuhkan usaha lebih keras untuk mengayuh pedal sepeda, bagaikan kehidupan manusia yang berada dalam masa harus bekerja keras, giat dan ulet untuk meraih penghidupan yang lebih baik. Setelah usaha keras itu, tibalah saat dimana manusia itu menikmati hasil usahanya, ibarat bersepeda di jalan yang menurun, tak perlu dikayuh dengan keras lagi.




Ketika tiba di dekat pintu gerbang cluster, ada tiga orang masuk dengan bersepeda juga. Satu orang laki-laki dan wanita setengah baya, dan seorang remaja putri. Kelihatannya mereka satu keluarga, ayah ibu dan anak. Dengan semangat aku mencoba mendekati rombongan kecil itu. Siapa tau mereka mau diajak kenalan, dan bersepeda bersama-sama tentu lebih asyik daripada sendirian. Dengan sedikit usaha lebih keras akhirnya aku bisa lebih dekat dengan mereka.

Ketika sang ibu menoleh padaku, aku tersenyum dan dia membalas senyumku. Selanjutnya jadi lebih mudah bagiku untuk memulai obrolan. “ Olahraga bareng ya,Bu?” Tanyaku. “ Iya, mumpung libur.” Sahutnya ramah. Obrolanpun mengalir lancar, mula-mula kami saling menanyakan tempat tinggal. Rupanya keluarga itu tinggal di cluster seberang, tak jauh dari clusterku. Sang ibu kemudian memperkenalkan dirinya, demikian juga aku. Setelah mengobrol lebih lanjut, kami sama-sama terkejut ketika tahu bahwa ternyata kami sama-sama dari Palembang. Rasanya senang sekali bisa mengobrol tentang kota tercinta itu. Terlebih lagi, ternyata dia masih ada hubungan saudara dengan kerabat jauhku. Dan diapun mengenal beberapa orang saudaraku yang lain. Kegiatan bersepeda itu makin membuat kami bersemangat.

Setelah satu putaran, mataharipun semakin tinggi, dia mengajak aku mampir ke rumahnya. Duduk di teras rumahnya yang asri, obrolanpun berlanjut seru, ditemani dengan segelas teh hangat. Senangnya bisa dapat banyak informasi dari kenalan baruku ini, seperti salon-salon mana yang bagus pelayanannya, dan mana yang bagus fasilitasnya. Lalu obrolan tentang sekolah-sekolah yang bagus programnya, tempat belanja yang nyaman dan murah sampai tukang pijat yang bisa dipanggil ke rumah. Semua itu tentu berguna buat aku yang masih terhitung warga baru di Bogor ini. Setelah saling bertukar nomor telepon, akupun pamit pulang ke rumah.

Kejadian kecil hari itu membawa hikmah buatku. Ternyata dengan bersepeda pagi, selain bisa membakar lemak dan menyehatkan badan, aku juga bisa dapat teman baru dan informasi bermanfaat. Semua itu tak akan aku dapatkan seandainya hanya melewatkan pagi di rumah saja.

Jumat, 19 Maret 2010

Hutang oh Hutang



Siang itu ponselku berbunyi, ada sms masuk. Segera aku baca, ternyata dari salah satu teman yang anaknya satu sekolah dengan anakku. Sms-nya lumayan panjang, menjelaskan kalau dirinya tengah dalam kesulitan dan butuh pinjaman uang. Selesai membaca sms-nya kepalaku kontan “nyut-nyutan”. Apa ini gejala stress ya?