Jumat, 10 Maret 2017

CARA EFEKTIF MENEGUR ANAK

Foto Ilustrasi diambil dari raikankasih.com


Ketika anak melakukan kesalahan, apa yang harus dilakukan orang tua? Beberapa orangtua memilih mengomeli anak, menasehati, atau bahkan menjadi pahlawan yang mengatasi konsekuensi dari kesalahan sang anak.


Tiga pilihan itu mengandung resiko. Dan konyolnya, tiga pilihan itu pernah aku lakukan pada anakku. Dulu, ketika belum belajar parenting.




Suatu hari Dea menelpon. Saat itu dia sedang berada di sekolah.


“Mama, buku PR Dea ketinggalan! Cepetan anterin, Ma. Nanti Dea kena marah Bu Guru, terus nggak dapat nilai!” Seru Dea terdengar panik di seberang sana.


Aku, sang Mama,  saat itu langsung tersulut emosi. Tanpa pikir panjang memperturutkan amarah lalu berkata,

“Tu kan! Mama sudah berkali-kali ingatkan Dea supaya buku PR langsung dimasukkan ke dalam tas. Kok nggak dilakukan sih, Nak?! Kamu kok pelupa banget! Kalau begini kan Mama yang repot. Mama harus bolak-balik ke sekolah Dea. Padahal Mama kan harus mengerjakan ..bla…bla..bla…”

“Dea nanti nggak dapat nilai, Ma kalau nggak ngumpulin PR. Cepetan anteriiin. Please, Maa…” Suara Dea terdengar sedih sekali. Lagi-lagi emosi itu mempengaruhi aku.

Lalu keluar jurus kedua dari mulutku. Nasehat.

“Lain kali, setiap malam Dea check lagilah buku dan kelengkapan sekolah yang harus dibawa. Jangan terulang lagi, bikin Mama repot!"

“Iya, Ma.. Tapi anterin ya..” Rayunya.

Membayangkan Dea akan dimarahi guru dan tidak dapat nilai, aku jadi luluh. Lalu aku pun bertindak sebagai pahlawan kesiangan, terbirit-birit mengantarkan buku PR-nya ke sekolah.

Kalau kejadian ini adalah sebentuk quiz, maka akan ada bunyi

 “Twew..Tweeewwww!!! Apa yang anda lakukan itu SALAH!”

Salahnya dimana? Ngomel itu pertanda tidak mampu mengelola emosi. Tak ada orang yang senang menerima omelan. Hubungan kedekatan dengan anak bisa rusak kalau mamanya hobi ngomel. Anak akan enggan menceritakan permasalahannya karena takut diomeli. Belum lagi kesalahan melabel anak “pelupa”. Mencela seperti ini bisa melukai konsep diri anak, dan membentuk konsep diri yang buruk. 

Bagaimana dengan nasehat? Seharusnya nasehat disampaikan dengan cara yang menyenangkan, bukan dengan kalimat-kalimat mengandung kemarahan yang malah akan tertolak oleh alam bawah sadar anak.

Tindakan menjadi pahlawan kesiangan itu yang paling parah. Mama tidak mendidik anak menerima konsekuensi dari kesalahan yang dilakukan. Dengan menuruti permintaannya, si anak akan belajar. Kira-kira yang ada dalam pikirannya adalah seperti ini :

“Ah mudah saja. Kalau aku lupa bawa barang tinggal telepon Mama.  Dia memang ngomel-ngomel sih. Tapi dianterin juga tuh..”

Keyakinan yang seperti itu tidak mendidik anak untuk memperbaiki dirinya. Maka tak heran, kejadian seperti ini terus berulang.

Lalu seharusnya bagaimana?  Dalam training The Secret of Enlightening Parenting, Mbak Okina Fitriani mengajarkan cara menegur efektif.

Cara menegur efektif sebagai berikut :

1. Katakan secara tepat apa kesalahannya. 
2. Tegur prilakunya, bukan karakteristik orangnya.
3. Nyatakan perasaan anda
4. Katakan dia anak yang mampu membuat perubahan atau pernah bersikap lebih baik dari itu.
5. Tidak mengungkit kesalahan yang lalu.
6. Cintai orangnya.
7. Konsekuensi terbaik adalah natural consequences. Biarkan dia menerima konsekuensi itu.


Ketika terjadi lagi kejadian yang mirip, aku mengambil tindakan berbeda dari sebelumnya.

“Mama, tolong antarkan baju olahraga Dea. Cepetan, Maa.. Dea harus ikut olahraga hari ini karena diambil nilainya sama Pak Guru. Anterin ya. Sekarang.” Suara Dea terdengar di telepon.

Yang pertama aku lakukan adalah menyelesaikan emosi. Aku melakukan reframing.

“Eiits, jangan marah. Ini lho kesempatan praktek ilmu parenting. Bisa gak kamu?” Bisikku dalam hati. Amarahku langsung surut, berubah jadi semangat. Lalu masuk ke jurus menegur efektif.

“Mama kecewa, Dea lupa bawa baju olah raga.  Mama pernah lho,  melihat Dea menyiapkan baju olahraga sejak malam. Artinya Dea bisa lebih baik dari hari ini.”

“Ya, gimana, Ma. Dea lupa. Anterin ya, Ma…” Rengek Dea.

Aku memutuskan melakukan parental coaching, sebuah metode untuk membimbing anak menemukan solusinya sendiri.

“Dea, kita sudah punya kesepakatan bahwa Mama tidak akan mengantarkan barang-barang yang lupa Dea bawa ke sekolah. Jadi maaf ya, Nak. Mama tidak bisa mengantarkan baju olahraga Dea. Nah, menurut Dea apa yang bisa dilakukan supaya baju olah raga itu bisa sampai di sekolah Dea, meskipun bukan Mama yang mengantarkan?” Tanyaku.

“Pakai ojek online?” Dea mengajukan idenya.

“Boleh, Nak. Dea bisa pesan ojek online untuk ambil baju olahraga di rumah. Lalu diantarkan ke sekolah.”

“Oke, Ma. Dea pesan sekarang ya..” Suara Dea terdengar penuh harapan.

“Sebentar, Nak. Karena Dea yang lupa bawa baju olah raga, jadi menurut Dea siapa yang akan  membayar ongkos ojek onlinenya?” Aku bertanya dengan nada lembut.

“Ya Dea, sih. Yaaah.. Jadi berkurang dong uang jajan Dea.”

Jatah uang jajan Dea sehari adalah Rp. 25.000,- Itu untuk jajan makanan dan minuman. Kalau uang jajannya di potong Rp. 15.000 untuk ongkos ojek online, maka uang jajannya sisa Rp. 10.000,-. Sejumlah itu tentu tak cukup untuk jajan makan dan minum sampai kenyang. 


“Itu konsekuensi yang harus diterima, Nak. Jadi menurut Dea apa yang harus dilakukan nanti supaya tidak lupa bawa barang-barang, dan tidak perlu memotong uang jajan buat ongkos ojek online?"

“Menyiapkan keperluan Dea sejak malam.”

“Bagus! Mama sayang Dea. Nanti kalau ojek online datang, Mama titipkan baju olahraganya ya, Nak. Tunggulah di sekolah. Jangan lupa siapkan ongkosnya.”

“Iya, Ma…”

Masalah selesai, tanpa ngomel, tanpa emosi, tanpa menyuapi solusi. Yang melakukan kesalahan sudah tahu di mana letak kesalahannya,  sudah menemukan solusinya sendiri, sekaligus sudah menerima konsekuensi dari kesalahannya. Alhamdulillah.

4 komentar:

AlaSehat mengatakan...

Setuju mbak, menegur sekaligus menasehatiya agar anak tak mengulangi kesaahannya. jDan yang terpnting angan diomeli,

Haeriah Syamsuddin mengatakan...

Huhuhu, saya banget tuh mba, tukang ngomel. Pernah sih, anak ngomong "Ummi jangan ngomel terus dong..." Kalau sudah begitu baru deh tertohok. Insya Allah mau coba menerapkan tahap-tahapan di atas. Thanks sharingnya...

Anonim mengatakan...

Kalo masih 2 tahun gimana mbk? Qt mo coba praktekin, dynya malah nangis kejer..

Mukhofas Al-Fikri mengatakan...

iya kka kita sebagai orang tua itu harus penyayang. jangan jadi orang tua tipe otoriter. ini sangat tidak membantu tumbuh kembang anak.

jadi orang tua paling ya bersikap demokratis.. ayo kak belajar pskilog anak plus parenting ini bagiku sangat punya peranan penting dalam membentuk karakter anak yg baik dan soleh kedepnnya

aaminn ya kakka