Minggu, 08 Januari 2017

Workshop Menulis dengan Rasa dan Logika ala A. Fuadi



Siang itu, di sebuah caffe  di kawasan Cilandak, aku dan Mbak Gita bertemu untuk membicarakan sebuah proyek buku. Gelas-gelas kopi, kue-kue, dan laptop tertata di meja kami, menjadi saksi  obrolan seru yang mengalir.

Mbak Gita dan aku punya banyak kesamaan. Kami sama-sama suka menulis, sama-sama blogger, mantan tukang ngomel yang  sudah insyaf dan terus berupaya menjadi emak  terbaik buat anak-anak, aktifis parenting, senang berbagi ilmu, gemar belajar, rajin menabung, baik hati dan tidak sombong. Eh.  Hehehe…
 
Aku dan Mbak Gita

Kedekatan kami terjalin kian erat di komunitas alumni training Enlightening Parenting-nya Mbak Okina Fitriani. Banyak respon positif berupa sharing keberhasilan dalam menerapkan teknik-teknik Enlightening Parenting pada pengasuhan anak yang dilakukan anggota komunitas.  Kami berdua merasa sayang sekali kalau berbagai pengalaman tersebut hanya dinikmati  komunitas ini saja. Timbul ide untuk mengumpulkan pengalaman-pengalaman para orang tua menerapkan pengasuhan  dalam sebuah buku. Nah, rencana membuat buku itulah yang kami rundingkan.

Ketika pembicaraan beralih ke topik mencari penerbit, Mbak Gita berkata,

“Coba aku tanya sama kakak sepupuku ya. Namanya  Bang Fuadi. Dia penulis novel Negeri 5 Menara.”

Berasa tak percaya, aku terpelongok.

“Apa? Maksudnya A. Fuadi? Penulis novel trilogi Negeri 5 Menara? Itu sepupumu?”


Anggukan kepala Mbak Gita seolah menjadi pemicu rasa yang membuncah di dadaku. Aku tak paham apa nama jenis emosi ini. Pokoknya perasaaanku melambung-lambung tak terkendali.  Efeknya tanpa sadar aku berkali-kali menepuk lengan eh, memukul lengan Mbak Gita. Girangnya tak tanggung-tanggung! Kasihan Mbak Gita jadi korban.

“Kok bisa? Kenapa gak bilang dari dulu kalau dirimu itu sepupunya penulis idolaku, Mbak Gitaaa! Semua novelnya aku suka. Samudra katanya keren banget!” Entah bagaimana rupa wajahku.  Sepertinya mirip ABG yang tersengat euphoria bakal ketemu idolanya.


Cihuuy... Ketemu Bang Fuadi


Seminggu kemudian, usai sharing parenting di sebuah sekolah,  aku benar-benar dipertemukan Mbak Gita dengan Bang Fuadi! Cihuuy. Kuakui, aku mengerahkan segenap kemampuan memaksimalkan penggunaan Pre Frontal Cortex (PFC) alias bagian otak yang berfungsi menahan keinginan dan mengendalikan diri, demi melawan otak reptilku yang gencar mengirim sinyal  mendesak-desak ingin berprilaku seperti ABG ketemu idolanya. Kalau saja PFC-ku tak terlatih, pasti sudah habis Bang Fuadi kupeluk-peluk. Hahaha.. Alamat kena amuk si Akang dan kena pentung istrinya Bang Fuadi kalau sampai kejadiannya begitu.  Alhamdulillah aku masih bisa bersikap waras.

Pembicaraan dengan Bang Fuadi membuahkan rencana untuk memperdalam kemampuan menulis dengan mengadakan workshop menulis ala Bang Fuadi. Beberapa anggota komunitas EP  menyatakan keinginan untuk ikut kelas menulis ini.

Aku dan Mbak Gita menganggap pelatihan ini penting untuk mengasah kemampuan menulis. Sudah terbayang,  buku parenting kami nanti meskipun berisi penerapan teknik-teknik pengasuhan, tapi tetap ringan, gaya penuturan dengan rasa dan logika,   asyik dibaca, mudah dipahami, dan bisa diterapkan para pembaca.
 
Routine Caffe and Eatery


Tanggal 7 Januari 2017, akhirnya tiba juga. Workshop berlokasi  di Routine Caffe and Eatery milik Mbak Yuyun di Bintaro Sektor 7. Caffe cantik dengan penataan ruang  bergaya warehouse atau industrial ini membuat kami, para peserta yang berjumlah 18 orang, betah duduk  berlama-lama menerima materi dari Bang Fuadi.

Bang Fuadi membuka pelatihan dengan menayangkan video singkat tentang bagaimana menulis mempengaruhi hidupnya. Kami dibuat terpesona oleh limpahan berkah yang didapat dari menulis novel Negeri 5 Menara. Novel itu sudah membawanya ke berbagai negara dan berbagai forum untuk berbagi ilmu, pengalaman, cerita, dan budaya. Bahkan “The land of Five Towers” Negeri 5 Menara versi bahasa Inggrisnya kini sudah dijadikan referensi di University of California, Berkeley USA. Novel itu pun sudah difilmkan.



“Sebelumnya tidak terbayang, saya bakal kenal dengan orang-orang dari dunia film, musik dan entertainment. Kita bisa menembus batas lewat tulisan.” Ujarnya sambil tersenyum.

Salah satu latihan yang menarik untuk membuktikan bahwa setiap orang bisa menulis cerita adalah membuat ceria estafet.  Caranya, diawali dengan sepotong paragraf.

“Saya telat. Saya berjalan terburu-buru di troatoar dengan baju lengket oleh keringat. Bus itu berhenti tepat di depan penjual the botol itu. Lalu saya…”

Setiap peserta workshop secara bergiliran dan estafet meneruskan cerita itu. Kegiatan ini dilakukan dalam waktu singkat  tanpa terlalu banyak berpikir. Dengan cara ini peserta  dilatih berpikir cepat, kreatif dan spontan. Ternyata cerita yang dihasilkan menjadi seru, bahkan lucu. Hal ini membuka kesadaran bahwa setiap orang mampu mengembangkan cerita, dan setiap orang bisa menulis cerita.


Semangat latihan cerita estafet


Kemudian Bang Fuadi membagikan pengalaman menjalani proses penulisan Novel Negeri 5 Menara.  Pondasi yang kuat untuk menulis dimulai dari “Why” atau alasan menulis. Idealnya penulis mampu menemukan alasan mengapa dia menulis. Semakin besar dan  semakin kuat alasan menulis , akan semakin bagus. Bila sang penulis bisa memperkuat alasannya, dia akan memperoleh suntikan stamina menulis yang tak terputus.




Selanjutnya “What”. Poin ini adalah tentang  subjek apa yang akan ditulis. Bang Fuadi mendorong untuk mencari tahu apa yang benar-benar disukai, diminati, dikuasai, karena hal itulah yang  akan mendorong seorang penulis untuk menulis dengan hati. Menulis dengan hati membuat tulisan memiliki rasa. Sehingga siapa pun yang membaca bisa turut menikmati emosi, dan rasa yang dituangkan dalam tulisan.



Poin selanjutnya adalah “How”. Ini tentang teknis menulis. Yang harus dilakukan adalah mempertajam kemampuan menulis dengan belajar menulis, kemudian melengkapi referensi baik dari catatan pribadi, foto, buku-buku, surat, dokumen, dan lain-lain. Lakukan juga riset dengan membaca berbagai informasi, kamus, thesaurus sehingga tulisan yang dibuat tetap  sejalan dengan logika.

Selanjutnya adalah “When”. Lakukan tindakan nyata dengan konsisten menulis setiap hari. Mencicil sedikit-sedikit, lama-lama menjadi buku.

Bang Fuadi berbagi kiatnya membangun karakter tokoh dalam tulisan fiksi.

“Penulis  bisa bebas berkreasi, akan dibentuk seperti apa karakter tokoh-tokoh dalam tulisannya. Mau  dibuat antagonis, protagonis , punya trauma, keinginan, ketakutan, dibuat bahagia, menderita, bahkan dibuat mati pun bisa. Penulis adalah Tuhan kecil.”

Kemudian Bang Fuadi  menjelaskan tentang plot atau alur cerita. Ada 8 fase  plot klasik.  Yaitu  stasis (kehidupan normal), trigger (terjadi sesuatu yang tidak biasa), quest ( tokoh harus memutuskan sesuatu), surprise ( ada halangan), critical choice (memaksa tokoh utama mengambil keputusan penting),climax (mempunyai konsekuensi dan akibat), reversal (hasil berupa perubahan situasi), resolution (berakhir dengan bahagia atau tidak).

Setelah dipikir-pikir rasanya  ingin jingkrak-jingkrak kesenangan, karena beberapa tulisanku sudah memiliki plot seperti itu meski aku baru tahu teorinya sekarang. Artinya, secara alam bawah sadar, pengetahuan tentang plot ini sudah masuk ke otak. Bisa jadi karena kegemaran membaca novel atau tulisan fiksi lainnya. Aku jadi makin kagum pada kebesaran Allah  menciptakan alam pikiran manusia. Ada alam sadar dan alam bawah sadar yang seharusnya bisa dimaksimalkan penggunaanya. Masya Allah..

Salah satu bagian favourite-ku dalam pelatihan ini adalah tentang setting.
“Gunakan 5 indera untuk menggambarkan setting. Bagaimana tampaknya, bagaimana aromanya, bunyi, rasa,  dan sentuhan. “

Kalimat yang dilontarkan Bang Fuadi itu langsung menghantarkan aku pada salah satu materi dalam Enlightening Parenting, tentang ketajaman indera. Bagaimana menggunakan VAKOG (visual, auditory, kinestetis, olfactory, dan gustatory) untuk berbagai tujuan. Ah, ilmu Allah itu
ternyata saling berhubungan.

Yang juga menarik adalah tentang dialog. Fungsi dialog adalah memajukan cerita, memberi info dan menguatkan karakter.

“Perkuatlah dialog dengan menampilkan gestur pada tulisan. “ Ucap Bang Fuadi.

Kata gestur  sudah demikian akrab ditelingaku sejak mempelajari teknik Enlightening Parenting. Gestur merupakan bentuk komunikasi non-verbal berupa aksi tubuh, misalnya gelengan kepala, tatapan mata, gerakan bola mata, lambaian tangan, mimik wajah, dan bentuk bahasa tubuh lainnya.  

Penelitian menunjukkan bahwa bahasa non verbal memiliki pengaruh yang besarnya 55%, jauh lebih besar efeknya dalam berkomunikasi dibanding bahasa verbal yang cuma 7 % saja. Maka sangat masuk akal bila dikatakan gestur dalam tulisan bisa memperkuat dialog.  Namun untuk bisa menungungkapkan gestur dengan pas dalam dialog merupakan tantangan tersendiri. Sungguh menarik!



Mbak Ninie, peserta dari Palembang dapat hadiah buku 


Secara keseluruhan acara workshop menulis bersama Bang Fuadi sangat menarik dan bermanfaat.  Aku senang melihat para peserta yang antusias.  Ada yang datang dari Palembang, Solo, dan Jogjakarta, khusus untuk menimba ilmu menulis lho..
 
Bang Fuadi berfoto bersama  peserta workshop


Semoga semangat menulis yang dihembuskan Bang Fuadi bisa terus menyulut semangat kami untuk menulis, menulis, menulis dan berbagi kebaikan lewat tulisan. Bismillah….

14 komentar:

Moordiningsih Moertedjo_Psikolog. mengatakan...

Alhamdulillah...Mari berkarya Dan bermanfaat melalui tulisan

Juliana Dewi Kartikawati mengatakan...

@Moordiningsih : hayuuk... semangaaat🏃🏃🏃🏃💪💪💪👏👏😍😍😍

Tabitha mengatakan...

Makin semangat nulis baca tulisan mbak iwed nih. Saya mulainya dengan buat mapping dulu. Idenya semakin berkeliaran di kepala ku mbak

Tabitha mengatakan...

Makin semangat nulis baca tulisan mbak iwed nih. Saya mulainya dengan buat mapping dulu. Idenya semakin berkeliaran di kepala ku mbak

Ratna Kumalasari mengatakan...

MasyaAllah, juaraaaaa.. Jadi mereview lagi suasana dalam ruangan..
Yang aku paling ingat, bang Fuadi juga bilang,

"Menulis sebenarnya adalah inner journey, Perjalanan ke dalam diri"

Semoga bisa istiqomah nulis kaya mba Iwed. Biar bisa double bahkan tripel manfaatnya :)

Love you, mbak!

Novi Herdalena Psikolog mengatakan...

Sempet kecewa saya ga bisa ikut kls menulis ini..tp Alhamdulillah, repprtasi-nya Mb Iwed membuat sy merasa ikut hadir disana dan mendapatkan semangatnya...thks

Juliana Dewi Kartikawati mengatakan...

@Tabitha : o iyaa....mind mapping. keren itu👍👍. semoga hasil mind mapping-nya bisa segera dituangkan dalam tulisan ya😍

Juliana Dewi Kartikawati mengatakan...

@Ratna Kumalasari : Love you too, Mbak Ratna😘😘😘

Juliana Dewi Kartikawati mengatakan...

@Toko Online Bunda Jogja : Alhamdulillah.. terimakasih Mbak, sudah baca reportase ini😊

Ratna Amalia mengatakan...

Dari tulisannya, kebayang betapa menariknya materi yang diberikan. Ada yang aku sontek yaaaa!
Hehehe

Juliana Dewi Kartikawati mengatakan...

@Ratna Amalia : boleeeh.. sontek ajaaah. hehehe..😊😊😊😊

mutia ohorella mengatakan...

Suntikan stamina menulis...Wah, saya butuh banget! Saya kok jd pengen jingkrak2 juga. Serasa hadir di situ melahap ilmu beliau. Trimakasih Mbak Iwed, sudah mentransfer ilmunya. Smg Allah trs menambah ilmu untuk Mbak.

TS mengatakan...

Baca awal-awalnya jadi ikut seneng. Kebawa suasana kalau ketemu idola....

Kornelius Ginting mengatakan...

Trims mba juliana.. kebagian juga ilmunya sedikit... :)