Rabu, 22 Juli 2015

Nyaris “Married by Accident” Sebuah Pelajaran tentang Tanggung Jawab


Istilah "Married by Accident" atau menikah karena kecelakaan seringkali berkonotasi negatif. Pergaulan bebas di kalangan anak muda  mengakibatkan   kehamilan  tak direncanakan kerap membuat para pelakunya memasuki gerbang  pernikahan dengan terpaksa.  Tapi bukan itu yang akan aku ceritakan di sini. Kisah ini adalah pengalaman inspiratif tentang Married by Accident dalam arti sesungguhnya. Kisah ini tentang sebuah pelajaran bertanggung jawab yang ditunjukkan oleh dua lelaki bijaksana.

Ketika itu  aku masih menjadi mahasiswi jurusan Teknik Sipil Universitas Sriwijaya. Masa indah penuh semangat merancang masa depan aku lalui bersama teman-teman satu angkatan yang sebagian besar laki-laki.

Mahasiswi termasuk makhluk langka di jurusan teknik kecuali di Teknik Kimia. Di jurusan Teknik Sipil angkatan 1991, hanya ada 17 mahasiswi di tengah  53 mahasiswa. Berada di lingkungan yang didominasi kaum lelaki justru membuat  aku dan 16 teman mahasiswi merasa nyaman. Para mahasiswa seangkatan rata-rata baik dan mau membantu kesulitan rekan mahasiswi. Bahkan kadang-kadang kami merasa dimanja. Bila  mengalami kesulitan dalam memahami mata kuliah atau pengerjaan tugas, teman-teman pria baik seangkatan maupun kakak-kakak tingkat rela membantu.

Mahasiswa Fakultas Teknik Sipil Universitas Sriwijaya angkatan 1991.


Siang itu, di ruang B fakultas Teknik Sipil teman-temanku sedang berkumpul menunggu dosen datang. Hari itu rencananya akan ada ujian mata kuliah konstruksi kayu. Untuk mengikuti ujian, setiap mahasiswa harus mengumpulkan terlebih dahulu tugas  berupa gambar konstruksi yang dibuat di kertas kalkir.

Hal itulah yang membuat hatiku galau. Tugas konstruksi kayu memang sudah selesai dikerjakan, tapi gulungan kertas tugas itu  tertinggal di rumah sahabatku, Mariska.

Tenggat waktu pengumpulan tugas kian dekat, hanya tinggal 20 menit lagi. Aku harus kembali ke rumah Mariska mengambil tugas yang tertinggal . Kalau kulakukan dengan berjalan kaki, aku yakin pasti telat. Resikonya parah, aku bisa gagal ikut ujian.

Maka dengan panik kuedarkan pandangan ke penjuru ruangan mengamati teman-teman. Aku mencari-cari siapa yang bisa membantuku. Tentu yang bisa kuharapkan pertolongannya adalah teman yang punya kendaraan motor atau mobil supaya bisa cepat sampai ke rumah Mariska.


Di tengah ruangan aku lihat temanku, sebut saja namanya Reno Raines. Bukan nama asli. Kusebut dia dengan  nama itu karena penampilannya berkiblat pada tokoh dalam film Renegade , yang diperankan oleh Lorenzo Lamas. Film seri televisi ini ditayangkan tahun 1992-1997, sangat populer saat itu.  

Lorenzo Lamas yang ganteng dan machonya minta ampun  rupanya telah menginspirasi beberapa teman mahasiswa teknik, termasuk juga si Reno,  untuk meniru gayanya. Rambut panjang gondrong dibiarkan terurai, bercelana jeans dan mengendarai motor hingga rambut panjangnya berkibar-kibar diterpa angin. Terasa pesona Lorenzo Lamas merasuk jiwa muda Reno, bukan main gagahnya!

“Kawan, tolonglah aku. Tugasku tertinggal di rumah Mariska. Beberapa menit lagi tugas itu harus kusetor ke dosen. Kalau kuambil dengan jalan kaki, tak cukup waktu. Antarlah aku dengan motor kerenmu itu. Kalau tak kuambil  tugas itu sekarang, nasibku sial, tak bisa ikut ujian. “ Rayuku mengiba-iba.

Reno tampak ragu-ragu. Dia diam memandangku, mungkin sedang berpikir mencari-cari alasan.

“Ayolah kawan, sebentar saja antarkan aku. Apa kau tak kasihan kalau aku harus mengulang mata kuliah ini tahun depan hanya gara-gara tak tepat waktu mengumpul tugas? Aku tahu kau pasti tak tega. Rambutmu boleh saja gondrong macam preman, tapi hatimu terlalu baik. Aku tahu itu, Kawan.” Kukerahkan jurus rayuan paling mujarab disertai ekspresi  memelas, meringis-ringis  mirip orang menahan mulas. Rayuan mendayu-dayu itu  membuat Reno tak berkutik.

Dengan sigap Reno berdiri tegap, memakai jaketnya dan meraih kunci motor.

“Ayo berangkat!” Serunya mantap.

Hatiku bersorak.

Maka kami berdua berboncengan ngebut membelah jalanan penuh angkot  menuju rumah Mariska. Di jalan pulang, kugenggam gulungan kertas tugas erat-erat. Pikiranku melayang kemana-mana. Dalam keadaan setengah melamun tiba-tiba terpampang di mataku langit biru luas dengan sinar matahari menyilaukan.

“Ada apa ini? Kenapa tiba-tiba ada langit biru? “ Pikirku.

Butuh beberapa detik hingga aku tersadar  telah terbaring menatap langit,  telentang di tengah jalan di depan gerbang Universitas Sriwijaya di Bukit Besar. Aku terjatuh dari motor!

Dari sudut mata kulihat  Reno  mencengkeram leher kemeja seorang pria. Dengan geram dia mempertanyakan mengapa pria bermotor bebek itu sembarangan menyerobot jalan, hingga nyaris bertabrakan.

Lalu muncul wajah-wajah asing menatapku, membantu aku berdiri. Orang-orang berdatangan. Diantaranya ada teman seangkatanku yang juga ikut marah-marah pada pria bermotor bebek. Untung saja laki-laki bermotor bebek itu melunak, dengan nada menyesal dia memohon maaf berkali-kali. Emosi Reno  pun mereda.

“Aduh, bagaimana nasib kawanku?!” Teriak Reno  sambil menghampiriku. Aku berdiri menatapnya seperti orang linglung.

Sebenarnya aku tak linglung. Jatuh terlentang di tengah jalan lalu dikerubuti orang-orang seperti ini membuat aku malu. Kaget tapi  lega juga, karena aku tak merasa sakit, pusing, mual atau apa pun. Rupanya hijab yang kukenakan dengan dalaman hijab tebal dari bahan rajutan  telah  berfungsi sebagai “bantalan” peredam benturan di kepala bagian belakang.

Saat itu aku tak mengenakan helm. Jangan ditiru kebodohan ini ya! Dengarlah nasehatku, Kawan. Selalu gunakan  helm saat berkendara motor, meski pun jarak yang ditempuh tidak jauh.

“Aku tak apa-apa, Kawan.” Ujarku pada Reno yang cemas bukan kepalang.

Seorang kakak tingkatku melintas dengan mobilnya. Dihentikannya mobil itu lalu dia turun menghampiriku.

“Kenapa, Dik? “ Tanyanya.

Orang-orang yang bekerumun menjelaskan kalau aku baru saja jatuh dari motor. Sang kakak tingkat segera menawari untuk mengantar aku ke rumah sakit.

“Tidak usah, Kak. Aku baik-baik saja. Aku mau ikut ujian sekarang.” Sahutku.

Lalu Reno mendebat  sengit.

“Tidak, tidak. Hari ini kau tak usah ikut ujian. Biar tugasmu dikumpulkan, nanti ikut ujian susulan saja. Sekarang kau harus ke rumah sakit!” Tegas Reno.

Sang Kakak tingkat mendukungnya. Lalu kami berdebat lagi. Aku berkeras tak mau ke rumah sakit karena merasa baik-baik saja. Akhirnya aku mengalah, minta diantar pulang ke rumah saja untuk istirahat.

Kakak tingkatku mengantarkan aku sampai ke rumah, sementara Reno membawa tugasku kembali ke ruang kuliah untuk dikumpulkan pada dosen.

Esok paginya, aku sendirian di rumah. Mami, Papi dan empat orang adikku sedang mudik ke Bandar Lampung. Tiba-tiba aku mendengar pintu diketuk.

Ketika kukuakkan daun pintu, tampak Reno berdiri dengan rambut gondrong yang diikat rapi. Reno mengenakan  kemeja. Dibelakangnya berdiri seorang laki-laki yang juga mengenakan baju rapi. Mereka berdua seperti mau ke acara kondangan.

Reno mengenalkan lelaki itu sebagai ayahnya. Pria itu menatapku dengan ramah. Suaranya lembut menyapaku.

Ketika duduk di ruang tamu, ayah Reno membuka obrolan menanyakan keberadaan Mami dan Papiku. Kujelaskan kalau seluruh keluargaku sedang mudik ke Bandar Lampung.

“Bagaimana keadaannya, Nak? Ayo kita periksa kondisinya ke rumah sakit. Mungkin perlu diperiksa dokter setelah jatuh dari motor kemarin.” Ujar ayah Reno.

“Terimakasih, Pak. Alhamdulillah saya baik-baik saja.” Sahutku penuh hormat.

“Pusing nggak? Mual? Atau ada yang sakit dibagian kepala atau badannya?” Sambung ayah Reno.

“Alhamdulillah, saya tidak pusing, tidak mual, tidak muntah, tidak nyeri, tidak sakit. Semua baik-baik saja. Hanya sedikit kaget saja kemarin. Tapi sekarang sudah normal.” Jelasku meyakinkannya.

Kami berbincang-bincang sejenak. Kemudian wajah kedua anak beranak ini berubah serius.

“Jadi begini. Kedatangan kami ke sini untuk melihat keadaanmu. Tak perlu ragu atau merasa tak enak. Kalau sampai terjadi sesuatu akibat terjatuh dari motor kemarin itu, aku bersedia bertanggung jawab.” Ujar Reno mantap.

“Tentu saja, Kawan.  Kedatanganmu ke sini dengan Ayahmu sudah jelas menunjukkan tanggung jawab. Terimakasih banyak atas perhatiannya. “ Sahutku sambil tersenyum.

“Kau yakin tidak apa-apa? Sebab kalau sampai terjadi sesuatu, misalnya luka  bahkan cacat akibat jatuh, aku bersedia bertanggung jawab menikahimu.“ Kalimat yang meluncur dari mulut Reno benar-benar membuatku terperangah.

Aku mengalihkan pandangan ke wajah Ayah Reno. Pria berparas teduh itu menatapku sambil  mengangguk-angguk serius seolah menegaskan kata-kata anaknya.

Aku tenggelam dalam haru dan kagum. Bukan main dua pria ini! Aku terkagum-kagum terutama pada ayah Reno. Tak ada ragu sedikitpun, tentu pria inilah yang mendorong anaknya melakukan aksi heroik ini.  Semua ini bukan basa-basi. Dia serius mengajari anaknya apa yang disebut sebagai sikap laki-laki sejati. Tanggung jawab. Dua kata itu mudah diucapkan tapi bukan perkara mudah melakukannya.

Pria mengagumkan ini telah mendorong anak laki-lakinya  menunjukkan tanggung jawab  besar. Sangat besar resiko bertanggung jawab itu sebab  sebenarnya sang penanggung jawab  tak lain adalah dirinya sendiri. Bila sampai terjadi pernikahan, artinya  dia bersedia  mengikatkan dirinya pada kewajiban menanggung  kehidupan anak sekaligus menantunya. Dia bersedia mengambil  beban  dua orang tuaku dan mengalihkan ke pundaknya sementara dia sendiri  menanggung beban membiayai anak yang masih berstatus mahasiswa. Itu bukan masalah sepele.

Di zaman sekarang jarang orang mau mengambil sikap bijak seperti itu. Kebanyakan malah tak perduli apalagi bila resikonya berat. Padahal bila dirunut dari awal kejadian, peristiwa jatuh dari motor itu sebenarnya akibat ulahku sendiri. Akulah yang  merayu-rayu Reno untuk mengantar mengambil tugas gambar.

 “Terimakasih banyak, Bapak. Sungguh saya merasa sangat dihargai. Tapi sekali lagi, saya baik-baik saja. Tidak ada luka atau hal serius menyangkut peristiwa jatuh kemarin itu. Atas perhatiannya saya ucapkan penghormatan dan terimakasih yang sebesar-besarnya.” Ujarku tulus sebelum Reno dan ayahnya beranjak pulang.

Reno kini  sukses dengan karirnya. Suatu saat aku pernah bertemu dia dan istrinya. Wanita itu sungguh beruntung memiliki suami yang baik dan bertanggung jawab.

Berhari-hari bahkan bertahun-tahun setelah peristiwa kecelakaan jatuh dari motor, aku masih saja diliputi kekaguman mengenang kejadian itu. Bagiku ayah Reno adalah sosok lelaki  mengagumkan. Lelaki  teguh  yang mendidik anaknya berdiri tegak menyandang sikap sebagai lelaki sejati, berakhlak mulia dan bertanggung jawab. Figur ayah teladan yang mengispirasi. Aku bersyukur pernah mengenalnya.

23 komentar:

Ratusya mengatakan...

Iya susah ya mak ketemu org yang bertanggungjawab di jaman sekarang ini.

Salam kenal.
Akuratu.com

chandra iman mengatakan...

semoga saya juga bisa belajar bertanggung jawab seperti si reno :)

thanks sharingnya :)

Donna Imelda mengatakan...

Aku punya kenalan yanv menikah karena accident. Sang lelaki tak sengaja menabrak perempuan yg kemudian jadi istrinya. Waktu itu sih lumayan sampai harus dirawat krn kecelakaan tersebut. Alhamdulillah, insya Allah mereka bahagia.

Catcilku mengatakan...

Hebat ya mbak ayah dan anaknya (teman mbak itu). Zaman sekarang masih adakah yang seperti itu...

Unknown mengatakan...

Ini kejadiannya kira2 tahun berapa ya mbak? Kalau jaman sekarang mungkin sudah jarang sekali ada orang kayak gitu. :-)

Emak Riweuh mengatakan...

jadi inget cerita mandor yg gawe di rumah. dia jalan2 boncengan motor sama pacarnya. mendadak kecelakaan. pacarnya luka parah sampai diamputasi. merasa bertanggung jawab, dia ingin menikahi pacarnya. tapi kedua orang tuanya ga setuju. alasannya sang calon istri cacat. setelah ngotot ingin bertanggungjawab dan krna cinta jg, akhirnya pernikahan mereka direstui.

Agita Violy mengatakan...

suka ceritanya :')

Juliana Dewi Kartikawati mengatakan...

Salam kenal juga. Terimakasih sudah mampir ke sini

Juliana Dewi Kartikawati mengatakan...

Sama2 @Mas Chandra Iman.

Juliana Dewi Kartikawati mengatakan...

@Donna Imelda . Memang unik cara Tuhan merangkai perjodohan ya.. Hehe

Juliana Dewi Kartikawati mengatakan...

@Catcilku : sudah langka orang baik seperti itu :-)

Juliana Dewi Kartikawati mengatakan...

@Femellapedia Home : ini kejadian tahun 1993.

Juliana Dewi Kartikawati mengatakan...

@Riana Wulandari : semoga pernikahan mereka bahagia dan langgeng ya. aamiin

Juliana Dewi Kartikawati mengatakan...

Terimakasih @AgitaVioly

adi pradana mengatakan...

Pria sejati dapat diukur dari tanggung jawabnya. ecieeeee....

Nurul Fitri Fatkhani mengatakan...

Kirain di ending ceritanya, beneran jadi nikah sama "Reno" ..hi..hi..

Lia Lathifa mengatakan...

iya coba bilang aja, ada nih luka di hati krn merindukanmu, haha..
salut, semoga masih banyak lelaki spt itu :-)

Juliana Dewi Kartikawati mengatakan...

@adi pradana : betuuul...hehehe

Juliana Dewi Kartikawati mengatakan...

@Nurul Fitri Fatkhani : hehehehe...nggak jadi married by accident

Juliana Dewi Kartikawati mengatakan...

Hahaha.... Secara Reno itu manis juga ya..qiqiqii @Bunda Shidqi

Unknown mengatakan...

Baru baca ceritanya,kirain habis accident lanjut pacaran trs married

Unknown mengatakan...

Baru baca ceritanya,kirain habis accident lanjut pacaran trs married

Anonim mengatakan...

maaf alamat nya di mna ya??