Kamis, 03 Juli 2014

Menjadi Ibu Rumah Tangga, Why Not?


Menjadi ibu rumah tangga yang tidak bekerja  pada awalnya bukanlah hal yang membanggakan bagiku. Terlebih lagi bila bertemu orang-orang  yang masih memandang rendah profesi ibu rumah tangga. Beberapa orang yang kutemui mengganggap ibu rumah tangga adalah orang-orang yang kurang wawasan, tak tahu perkembangan teknologi, tidak produktif, suka ngerumpi, kerjanya hanya menghambur-hamburkan uang suami, dan sederet pendapat negatif lainnya.

 Beberapa tahun yang lalu saat aku masih ikut kursus bahasa Inggris, seorang teman bertanya dengan heran waktu aku bilang kalau aku adalah ibu rumah tangga. “ Lho, ibu rumah tangga kok disini? Apa pentingnya belajar bahasa Inggris buat ibu rumah tangga?” Astaga...pertanyaannya kok sadis begitu.

Di lain waktu aku bertemu dengan salah seorang kawan kuliahku. Dengan sifatnya yang ceplas-ceplos dia berkata. “ Maaf ya, aku dulu mengenal kamu itu orang yang berpotensi, banyak bisanya. Tapi aku kaget lho kalau ternyata sekarang kamu hanya jadi ibu rumah tangga, jauh dari apa yang aku bayangkan. “  Jleeb!!. Kebayang kan tertohoknya perasaanku?

Menjadi ibu rumah tangga adalah suatu pilihan. Meskipun bukan pilihan yang populer. Kalau anak-anak kecil ditanya mau jadi apa mereka kelak kalau dewasa, jawabannya beragam. Dari jadi dokter, arsitek, artis, pramugari, pilot, dan berbagai profesi lainnya. Sangat jarang ada anak yang menjawab ingin jadi ibu rumah tangga. Padahal tidak dapat disangkal, ibu rumah tangga adalah profesi yang mulia. Seorang ibu rumah tangga bertanggung jawab mengurusi suami dan anak-anaknya. Memberikan dukungan terhadap karier suami, mengurus keperluannya, memberikan rasa nyaman dan mendoakan suami adalah hal-hal yang dilakukan ibu rumah tangga dalam perannya sebagai istri.

Sebagai ibu , dia harus mendampingi anak-anak dalam proses pertumbuhan,perkembangan dan pendidikan akhlak. Profesi  Ibu rumah tangga itu multitasking. Dia dituntut untuk mampu menjadi manager keuangan dalam keluarganya, menjadi guru privat yang mendampingi anak-anaknya belajar, menjadi koki keluarga, konsultan tempat curhat bagi suami dan anak-anak, dan bahkan jadi sopir pribadi yang wara-wiri mengantar jemput anak-anak sekolah dan les.

Pergaulanku dengan beragam komunitas  dan pertemuan dengan teman-teman lamaku membuatku kini merasa bersyukur menjadi ibu rumah tangga. Beberapa temanku yang berprofesi sebagai wanita karier mengeluh karena mereka merasa memiliki beban ganda, sudah bekerja tapi harus juga melaksanakan kewajiban sebagai istri dan ibu. Kadangkala mereka iri karena melihat aku bisa punya “me time” yang lebih banyak. Bisa ke salon, jalan-jalan, santai sambil baca buku, nge-gym, main musik,dll.  Padahal dulu aku yang merasa iri pada teman-teman yang berkarier. Sebenarnya harus disadari kalau semua pilihan itu ada konsekwensinya.

Sekarang ini tinggal menjalani saja apapun yang menjadi pilihan kita dengan sebaik-baiknya. Kalau memilih menjadi ibu rumah tangga pun bukan berarti tak ada hal lain yang dapat dilakukan. Ibu rumah tangga memiliki waktu yang lebih fleksible dibanding wanita yang bekerja. Banyak kesempatan menggali potensi diri untuk menjadikan diri lebih berkualitas. Setiap orang pasti punya potensi yang dapat dikembangkan.Misalnya dengan menekuni hobi memasak, membuat kerajinan tangan, melukis, menyanyi, main musik, menulis, dan lain-lain. Selain itu ibu rumah tangga pun bisa menambah pengetahuan dengan banyak membaca, bergabung dalam komunitas tertentu sesuai minatnya, misalnya komunitas memasak, komunitas menulis, majelis taklim atau pengajian, dll.

Aku sendiri merasa bersyukur. Justru pada saat menjadi ibu rumah tangga inilah aku punya waktu untuk mengembangkan hobby bermain musik. Seminggu sekali aku ikut les piano di sebuah studio musik. Bukan piano klasik, tapi aku ambil kelas hobby yang “fun”. Artinya aku bisa minta belajar musik apapun yang aku mau, bisa pop, jazz, bahkan dangdut. Tujuannnya memang untuk kesenangan pribadi saja. Aku main piano dirumah buat suami dan anak-anakku. Sekali-sekali bila berkumpul dengan teman-teman aku juga bisa mengiringi mereka menyanyi.

Selain itu aku ikut komunitas pengajian yang anggotanya ibu-ibu rumah tangga dengan keistimewaan masing-masing. Ada yang pebisnis, ada yang penulis dan penyair, ada yang pandai berorganisasi, ada yang luas pengetahuannya, ada yang fashion stylist, ada yang sudah menjalani kehidupan yang berliku sehingga banyak memberikan nasehat-nasehat berdasarkan pengalaman hidupnya. Sungguh menarik bisa menjalin silaturrahmi dengan mereka, bisa menambah saudara, dan  menambah ilmu pengetahuan. Selain mengadakan pengajian, komunitas inipun kerap kali mengadakan kegiatan sosial bagi masyarakat di lingkungan sekitar.

Sejak berkenalan dengan salah seorang ibu rumah tangga yang hobby menulis di komunitas pengajian, aku kembali menekuni dunia tulis menulis yang sempat bertahun-tahun vakum. Dengan menulis, aku bisa menyampaikan apa yang ada dalam fikiranku dan membaginya melalui media sosial, blog maupun media cetak.

Singkat kata, banyak hal postitif yang bisa dilakukan seorang ibu rumah tangga selain rutinitas mengurus suami dan anak-anak. Hal-hal positif inilah yang bisa menepis anggapan orang-orang yang menganggap rendah   profesi ibu rumah.


Menjadi ibu rumah tangga meskipun pada awalnya karena permintaan suami, tapi kini aku jalani dengan ikhlas dan rasa syukur. Sekarang tinggal berusaha menjadi ibu rumah tangga yang lebih berkualitas, supaya lebih banyak  manfaat yang bisa  aku berikan kepada orang-orang terdekatku dan masyarakat yang lebih luas.

2 komentar:

Lidya Fitrian mengatakan...

aku jadi ibu rumah tangga sebulan sebelum menikah mbak :)

Juliana Dewi Kartikawati mengatakan...

@Lidya Mama- Cal-Vin: beda tipis sama aku. Aku sebelum punya anak :)